Pecinta Lingkungan Khawatirkan Dampak Negatif Lahan Biofuel di Afrika

  • Gabe Joselow

Tanaman jarak, sumber utama giofuel seperti yang terlihat di Pantai Delray, Florida. (Photo:dok)

Perusahaan energi banyak negara telah membeli lahan di Afrika untuk menanam tanaman yang bisa dikonversi menjadi bahan bakar. Meskipun bahan biofuel ini telah di sebut sebagai alternatif yang lebih bersih dibanding bahan bakar fosil, lebih banyak kelompok pecinta lingkungan menginginkan investasi ini dibatasi dan mengingatkan biofuel lebih banyak bahayanya dibanding manfaatnya.

Ketika perusahaan energi Italia mencoba membeli lahan hutan di bagian timur Kenya untuk menanam pohon jarak, perusahaan itu menjanjikan lapangan pekerjaan, pembangunan dan dana bagi masyarakat yang tinggal disana.

Tetapi kelompok HAM ActionAid mengatakan ketika kesepakatan itu disetujui, orang-orang yang terkena dampaknya belum mengetahui yang sebenarnya. David Barissa Ringa, ketua tim ActionAid di kawasan pantai Kenya mengatakan rencana untuk menanami lahan seluas 20.000 hektar dengan pohon jarak akan membuat 20.000 orang kehilangan tempat tinggal.

“Mereka sangat marah, karena mereka harus meninggalkan lahan pertanian, rumah dan menghancurkan semuanya lalu pindah. Tetapi tak seorangpun menjanjikan lahan baru untuk ditempati dan melanjutkan hidup mereka,” kata Ringa.

Kasus itu sedang ditinjau oleh Otoritas Pengelolaan Lingkungan Kenya, sementara perusahaan tersebut setuju untuk memperkecil proyek tadi menjadi program percobaan seluas 2000 hektar. Secara hukum, tampaknya pihak-pihak yang menandatangani kesepakatan itu tidak bersalah, baik pemerintah lokal maupun perusahaan itu. Semuanya sesuai dengan konstitusi Kenya saat ini.

Tapi kelompok HAM khawatir, sah atau tidak, upaya penyediaan biofuel berdampak negatif terhadap masyarakat lokal di Afrika. Ringa dari ActionAid juga mempertanyakan manfaatnya bagi lingkungan.

Ia mengatakan, “Yang menyebabkan orang memproduksi biofuel dan bahan bakar yang ramah lingkungan adalah untuk mengurangi emisi karbon. Tetapi jika kita menebang hutan, dan menggundulkan hutan dan menggusur ribuan orang dari rumah mereka, saya pikir itu tak masuk akal.”

Dalam sebuah laporan awal tahun ini, konsorsium kelompok lingkungan yang disebut Friends of the Earth mengatakan perusahaan energi Eropa telah membeli lima juta hektar lahan lebih di seluruh Afrika, wilayah yang lebih luas dari Denmark untuk investasi biofuel.

Laporan itu mengatakan rencana Uni Eropa menggunakan 10 persen biofuel untuk transportasi pada tahun 2020 telah memicu perebutan lahan.

Meskipun kelompok-kelompok pecinta lingkungan telah berupaya menentang penggunaan biofuel dalam beberapa tahun terakhir ini, Badan Pangan dan Pertanian PBB atau FAO mengatakan industri tersebut masih membawa banyak manfaat.