Pekerja Migran Filipina Khawatir Dampak Pembekuan Perekrutan oleh Taiwan

  • Simone Orendain

Pekerja migran Filipina di bandara internasional Manila (foto: dok). Pemerintah Filipina mengatakan total ada lebih dari 85 ribu pekerja migran Filipina bekerja di Taiwan.

Langkah Taiwan itu diambil kurang dari seminggu setelah anggota Pasukan Penjaga Pantai Filipina mengakui menembak kapal Taiwan, menewaskan seorang nelayan.
Advokat pekerja migran Filipina mengatakan mereka khawatir terhadap dampak dibekukannya perekrutan pekerja asal Filipina oleh pemerintah Taiwan. Langkah Taiwan itu diambil kurang dari seminggu setelah anggota Pasukan Penjaga Pantai Filipina mengakui menembak kapal Taiwan, menewaskan seorang nelayan.

Statistik Filipina Overseas Employment Administration menunjukkan hampir 30 ribu orang Filipina bekerja di Taiwan setiap tahun. Pemerintah Filipina mengungkapkan, sekarang ini total ada lebih dari 85 ribu pekerja di sana.

Menurut ketua Migrante International Garry Martinez, yang paling terkena dampak pembekuan ini adalah mereka yang lamaran kerjanya tertunda. Karena, bahkan sebelum mereka berangkat, mereka mungkin sudah berutang untuk membayar proses lamaran kerja dan biaya lain, yang jumlahnya mencapai satu bulan gaji atau lebih.

"Mereka meminta bank meminjamkan mereka uang dan ada sejumlah agunan maupun bunga yang tinggi kepada rentenir. Itulah masalah yang mereka hadapi sekarang," ujar Martinez.

Martinez menambahkan, pekerja yang sudah berada di Taiwan juga menghadapi ketidakpastian. Keponakannya adalah pakar mesin di pabrik. Ia mendapat laporan dari keponakan itu dan dari pekerja pabrik lain bahwa bos mereka memperkirakan bisnis akan melambat jika mereka tidak bisa merekrut karyawan.

Sanksi pembekuan perekrutan karyawan dan terhadap perjalanan ke Filipina mulai berlaku hari Rabu, setelah Taiwan menolak permintaan maaf Presiden Filipina Benigno Aquino atas insiden terhadap nelayan itu. Permintaan maaf dinilai tidak resmi karena disampaikan utusan de facto Filipina ke Taiwan. Penyidik Taiwan di Manila hari Sabtu menyatakan penembakan itu sebagai pembunuhan.

Jurubicara Presiden Aquino telah menegaskan penyesalan pemerintah atas "insiden yang tidak diinginkan dan disayangkan." Pernyataan itu memicu kemarahan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou, yang menyatakan Filipina tidak bisa menyimpulkan situasi tersebut tanpa penyidikan bersama. Tetapi Filipina telah menyatakan "tidak" untuk penyidikan bersama.

Analis keamanan di Manila Rommel Banlaoi mengatakan pesan yang disampaikan secara hati-hati itu sesuai pandangan Filipina bahwa Taiwan adalah bagian dari Tiongkok.

Banlaoi mengatakan, "Kami berurusan dengan Taiwan, murni untuk urusan ekonomi, perdagangan serta investasi. Tetapi kami menghindari hubungan politik atau keamanan dengan Taiwan karena kami tidak ingin merusak kebijakan Satu Tiongkok."

Banlaoi menambahkan, reaksi Taiwan "bukanlah tindakan seorang sahabat," terutama mengingat mereka adalah mitra Filipina terbesar keenam dengan perdagangan tahunan mencapai dua miliar dolar. Ditambahkan, pekerja kontrak di luar negeri merupakan penyumbang besar untuk hal tersebut.