Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memperkirakan jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air akan terus naik sampai lebih dari 40 ribuan kasus. Pemerintah pun ujarnya terus melakukan persiapan untuk menghadapi skenario terburuk itu, termasuk meminta bantuan dari negara lain.
Data Satgas COVID-19 per hari ini, Selasa (6/7), menunjukkan ada tambahan 31.189 kasus baru.
“Oleh karena itu skenario untuk menghadapi itu semua kita lakukan. Baik mengenai obat, oksigen, maupun rumah sakit. Kalau ada yang bilang perlu bantuan dari luar, kita juga sudah komunikasi dengan Singapura, China, dan komunikasi dengan sumber-sumber lain. Jadi sebenarnya semua secara komprehensif kita lakukan,” ungkap Luhut dalam telekonferensi pers, usai Rapat Terbatas dengan Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Selasa (6/7).
Luhut mengakui pemerintah menghadapi berbagai permasalahan dalam penanganan pandemi COVID-19. Salah satunya adalah kekurangan suplai oksigen. Meski begitu, katanya, masalah kekurangan oksigen sudah teratasi dengan mengalihkan 100 persen produksi oksigen dari industri untuk sektor kesehatan. Selain itu, pemerintah telah menyiapkan oksigen konsentrator yang diperuntukkan bagi pasien COVID-19 dengan gejala ringan.
Pemerintah juga telah menghitung kebutuhan oksigen jika jumlah kasus tembus lebih dari 70 ribu per hari, temasuk juga mempersiapkan tambahan tempat tidur di rumah sakit dan isolasi terpusat yang telah dibuat di beberapa tempat.
“Jadi, jangan ada yang menganggap underestimate (meremehkan), bahwa Indonesia tidak bisa mengatasi. Sampai hari ini, yes,” ujar Luhut.
Jika jumlah kasus mencapai 40 ribu-50 ribu, kata Luhut, pemerintah akan memutuskan negara mana yang akan dimintai pertolongan.
Pengurangan Mobilitas Masyarakat
Dalam kesempatan ini, Luhut juga menargetkan tingkat mobiltas masyarakat dalam masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat bisa turun hingga 50 persen, dari saat ini masih sekitar 26-27 persen.
“Jadi kalau kita bisa, mobilitas ini kita manage sampai minus 30, tapi yang paling baik adalah minus 50. Karena minus 50 itu menghadapi tadi delta varian. Jadi sekarang ini kita lihat masih di angka 26 -27 (persen) yang paling tinggi, tapi itu baru kemarin. Jadi kita berharap kalau bisa dalam minggu ini kita sudah minus 50 persen,” ujarnya.
BACA JUGA: “Oksigen Untuk Warga” Bantu Kebutuhan Oksigen Penderita COVID-19Ia yakin, apabila mobilitas bisa ditekan, jumlah kasus harian COVID-19 perlahan akan melandai.
Untuk pengawasan, kata Luhut, pihaknya menggunakan Facebook mobility, Google traffic dan cahaya malam satelit NASA. Dengan begitu, apabila mobilitas masih terlihat tinggi, bisa dengan cepat dilakukan penertiban.
Lebih dari 100 Ribu
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan target penurunan mobilitas hingga 50 persen merupakan salah satu strategi yang baik untuk menurunkan lonjakan kasus virus corona, asal dilakukan secara merata.
Namun, imbuhnya, penurunan mobilitas harus menjadi bagian strategi yang komprehensif dilakukan bersamaan dengan pembatasan dan vaksinasi.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sebenarnya kasus yang saat ini ada di lapangan sudah lebih dari 100 ribu kasus per hari. Namun tidak semuanya terdeteksi oleh pemerintah.
“Secara prediksi di lapangan, karena kasus yang datang ke rumah sakit dan laporan saja di tengah testing kita yang rendah itu sudah sedemikian kasusnya, yang proporsi 20 persen sudah 20 ribuan. Sehingga yang sisa 80 persen di masyarakat jelas, ya artinya kasus kita sudah lebih dari 100 ribu. Puncak kita masih di akhir Juli lebih dari 200 ribu,” jelasnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Ia mengingatkan pemerintah agar menerapkan kebijakan PPKM Darurat secara optimal untuk mencegah lonjakan kasus dan pada akhirnya menurunkan kasus. Dengan demikian, beban di fasilitas kesehatan dan angka kematian dapat ditekan dengan signifikan.
Menurutnya, berbagai strategi yang ada dalam kebijakan ini, seperti pengujian atau testing, sudah cukup baik asalkan benar-benar dijalankan dengan konsisten.
BACA JUGA: Terapkan PPKM Darurat, Pemerintah Targetkan Kasus Harian COVID-19 Turun di Bawah 10 RibuLayanan Telemedis Diperluas
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan layanan konsultasi kesehatan daring atau telemedis (telemedicine) bagi para pasien yang sedang melakukan isolasi mandiri di rumah akan secepatnya diperluas ke daerah-daerah lain di Indonesia.
Saat ini, layanan konsultasi telemedis tersebut baru tersedia di wilayah DKI Jakarta. Melalui 11 platform telemedis, pasien COVID-19 yang menjalani isoman juga bisa mendapatkan paket obat-obatan gratis dari Kementerian Kesehatan.
“Strategi ini baik, yang rumah sakit, tempat tidur isolasi, maupun isolasi mandiri akan kita replikasikan ke daerah lain sesuai dengan arahan Bapak Presiden. Saya terima kasih ke Pemda Jabar yang sudah menjalankan telemedicine ini, dan kita harapkan bisa direplikasi di daerah lain,” kata Budi.
Budi mengungkapkan pihaknya sedang menambah 900 tempat tidur bagi pasien virus corona di Wisma Haji, Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang diharapkan selesai dalam satu-dua hari ke depan. Selain itu, Wisma Haji juga akan mendapat tambahan 50 tempat tidur ICU untuk merawat pasien COVID-19 bergejala sedang hingga berat.
Kementerian Kesehatan juga telah menambah 7.000 tempat tidur isolasi di Rusun Nagrak, dan Rusun Pasar Rumput untuk menangani pasien COVID-19 bergejala ringan.
Terkait vaksinasi, Budi mengatakan Presiden Joko Widodo ingin meningkatkan jumlah penyuntikan harian hingga mencapai lima juta dosis per hari. Menurutnya, hal ini memungkinkan mengingat vaksin COVID-19 akan terus berdatangan.
“Bapak Presiden mengarahkan agar pastikan 1 juta vaksinasi di Juli terus tercapai dan beliau inginya 2 juta, dan kalau perlu bisa dinaikkan sampai 5 juta,” ujar Budi.
Budi memperkirakan target 1 juta dosis per hari pada Juli bisa tercapai dengan kedatangan 31 juta dosis vaksin. Jumlah penyuntikan itu bisa ditingkatkan menjadi 2 juta per hari pada Agustus dengan tambahan 45 juta dosis vaksin.
Kementerian Kesehatan juga memantau sejumlah daerah di luar Jawa dan Bali yang berpotensi mengalami ledakan kasus dalam beberapa waktu ke depan, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. [gi/ft]