Kapal pemerintah Indonesia Rabu sore, 26 Februari 2020 yang mengangkut 188 WNI tersebut dalam perjalanan menuju Pulau Sebaru Kecil, salah satu dari gugus kepulauan seribu di Jakarta utara, demikian dikatakan dr. Achmad Yurianto, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI.
"Mereka semuanya akan kita bawa ke Pulau Sebaru Kecil di sana sudah kita siapkan fasilitasnya untuk melakukan observasi mereka selama 14 hari ke depan," tukasnya.
Penempatan dan observasi kepada ke 188 WNI ini tidak lagi dilakukan di Pulau Natuna karena kekhawatiran akan gelombang baru virus Korona.
Dr Yuri kembali mengatakan, "Sepertinya kita yakini ada perubahan pada virusnya, pertama setelah kita yakini AS sendiri ketika mengevakuasi warganya yang semula ditanya negatif ternyata setelah sampai di AS menjadi positif setelah melewati 14 hari. Artinya kita melihat ada perubahan pada masa inkubasi tidak lagi 14 hari."
BACA JUGA: Pemerintah Bersiap Evakuasi WNI di Kapal Pesiar World DreamDr. Achmad Yurianto Setditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit P2P Kementrian Kesehatan RI juga mengatakan gejala-gejala yang dialami pasien yang belakangan diketahui mengidap virus Korona tidak lagi menunjukkan sebagaimana kasus sebelumnya yang terjadi di epicenter Wuhan, bahkan dalam beberapa kasus asymptomatic sama sekali tidak menunjukkan gejala fisik dan klinis sebagaimana sebelumnya .
Sebagai tindakan penanganan tambahan otoritas kesehatan Indonesia tetap akan melaksanakan pemeriksaan ulang terhadap ABK World Dream di Pulau Sebaru Kecil.
Terkait ABK Diamond Princess, dari 78 WNI di kapal tersebut, sembilan di antaranya telah dikukuhkan positif mengidap virus korona dan sedang menjalani perawatan di Jepang, sementara 69 sisanya dalam proses penjemputan di pimpin oleh KBRI Jepang.
BACA JUGA: Dikarantina Karena Korona, Dari Stress Hingga Miniatur Indonesia"Tentunya membutuhkan pengaturan karena kalau penjemputan semua pakai pesawat berarti, kan ada pergerakan dari kapal menuju ke bandara yang kemudian harus diawasi ketat karena akan melintasi masyarakat kota itu. Di Bandaranya sendiri harus ada mekanisme terpisah dari penerbangan yang regular karena bandara masih beroperasi sebagaimana biasanya," ujarnya.
Peliknya mekanisme pengamanan untuk mencegah virus menyebabkan hingga kini pemerintah belum bisa memulangkan WNI ABK Diamond Princess.
Hingga laporan ini diturunkan secara nasional di Indonesia di luar ABK Kapal pesiar ada 133 pasien yang sedang dalam pengawasan. Para pasien ini berasal dari 44 RS di 22 provinsi. Beberapa daerah di Indonesia juga ditetapkan dalam pemantauan ketat terkait pergerakan masuk warga dan wisatawan.
Salah satu RS rujukan virus korona di Bali, RSUP Sanglah di Denpasar menyatakan telah merawat 30 pasien di RS yang dikhawatirkan mengidap gejala virus ini dan 15 rawat jalan.
Dr. dr. I Ketut Sudartana Sp.B-KBD mengatakan semuanya bebas korona. "Tidak satupun positif, tidak ada yang confirmed korona," ungkapnya.
Dr. Ketut Sudiartana juga menjelaskan pihak tim korona RS yang terdiri dari sejumlah dokter spesialis termasuk spesialis paru-paru-pernafasan, dan penyakit tropis melakukan uji swab tenggorokan dan hidung. Sampel ini kemudian dikirim ke Litbangkes, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Pemeriksaan sampel ini dipusatkan di Jakarta sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Ketua tim Medis Korona RSUP Sanglah ini, juga mengatakan RS akan mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium Litbangkes dalam waktu dua hari. Ia juga menyanggah kritik yang mempertanyakan kemampuan Bali dalam memeriksa pasien-pasien yang dikhawatirkan mengidap korona.
“Saya rasa tidak benar itu karena kami kan punya ahli, punya alat, Cuma kebijakan dari pemerintah pusat, pemeriksaan swab tersebut harus dikirim ke Jakarta,” jelas Sudiartana. [my/jm]