Pemerintah Keluarkan Perppu Pemberatan Hukuman Kekerasan Seksual terhadap Anak

Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu baru yang disertai pemberatan hukuman, antara lain kebiri dan pemasangan alat deteksi elektronik, Rabu siang 25/5 (courtesy: Biro Setpres RI).

Mengantisipasi maraknya kekerasan seksual terhadap anak, Presiden Jokowi Rabu siang (25/5) mengeluarkan Perppu baru yang disertai pemberatan hukuman, antara lain kebiri dan pemasangan alat deteksi elektronik.

Keluarga dan sahabat yang menjenguk gadis kecil berusia enam tahun yang mengalami pendarahan hebat di ruang Cendrawasih RSUD Sorong – Papua akibat perkosaan, tidak pernah menyangka bahwa pelaku adalah keluarga dekat korban. Terlebih karena kakek dan nenek korban yang selama ini merawat gadis kecil itu menyambut setiap orang yang menjenguk dengan wajah duka dan bahkan tangis.

Dua Anak yang Diperkosa Kakeknya di Sorong Menderita Pendarahan Hebat

Keadaan berubah seratus delapan puluh derajat ketika korban pemerkosaan lain yang berusia 10 tahun, yang juga kakak gadis kecil itu, mengaku bahwa pelaku pemerkosanya adalah kakek mereka sendiri. Dengan terbata-bata ia menuturkan kepada tetangga yang membawa mereka ke rumah sakit bagaimana sang kakek melakukan perbuatan bejat itu Sabtu lalu (21/5) dan sang nenek kebingungan meminta tetangga membawa mereka ke rumah sakit hari Selasa (24/5) karena pendarahan hebat. Anita Rahayu – Ketua Wilayah Perempuan Bangsa PKB menyampaikan hal ini kepada VOA melalui telfon Rabu pagi (25/5).

“Begitu mendengar laporan ini kami langsung mendesak aparat untuk mengambil tindakan dan membawanya ke ranah hukum, tidak sekedar menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan. Saat ini pelaku sudah diamankan polisi. Menurut kakak korban, sang nenek menutup-nutupi kasus ini karena takut dan juga malu, karena pelakunya adalah suaminya. Padahal mereka berdua sudah merawat cucu-cucu ini sejak masih kecil,” tutur Anita.

Kekerasan Seksual terhadap Anak Makin Marak

Ini adalah kasus perkosaan terbaru yang dilaporkan setelah serangkaian perkosaan terhadap anakmarak akhir-akhir ini. Tentu belum hilang dari ingatan kita tentang kasus perkosaan dan pembunuhan YY – siswi SMP berusia 14 tahun di Bengkulu yang diperkosa 14 remaja pertengahan April lalu, atau perkosaan 58 anak di bawah umur oleh Sonny Sandra – seorang pengusaha di Kediri, Jawa Timur. Ini belum termasuk laporan perkosaan beramai-ramai yang dilaporkan terjadi di Manado, Sulawesi Utara dan Tangerang yang hingga kini masih dalam proses penyelidikan.

Presiden Keluarkan Perppu dengan Pemberatan Hukuman

Menanggapi maraknya aksi kekerasan seksual terhadap anak dan tuntutan masyarakat supaya pemerintah mengambil tindakan untuk mencegah terulangnya kasus ini dan sekaligus mengganjar pelaku dengan hukuman yang lebih berat, Presiden Joko Widodo hari Rabu (25/5) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu ini menetapkan hukuman pengebirian dan pemasangan alat deteksi elektronik pada pelaku, sebagai salah satu bentuk hukuman. Dalam pernyataan di Jakarta, Joko Widodo kembali menegaskan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa.

“Kejahatan luar biasa membutuhkan penanganan yang luar biasa pula. Untuk itu ruang lingkup Perppu ini mengatur pemberatan pidana, pidana tambahan dan tindakan lain bagi pelaku kejahatan seksual dan pencabulan anak. Pemberatan pidana yaitu ditambah sepertiga dari ancaman pidana, dipidana mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Pidana tambahan yaitu pengumuman identitas pelaku, pengebirian, pemasangan alat deteksi elektronik,” ungkap Jokowi.

Aktivis Sambut Perppu Baru dengan Pro Kontra

Anita Rahayu – Ketua Wilayah Perempuan Bangsa PKB yang sedang menangani kasus perkosaan di Sorong tadi, menyambut gembira penetapan Perppu ini yang menurutnya bisa menimbulkan efek jera.

“Saya sangat setuju karena dengan begitu akan terjadi efek jera sehingga bisa mengurangi kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Tetapi saya tetap menilai perlu penyuluhan terutama di daerah-daerah pedalaman yang belum bisa dijangkau dan kekerasan seksual justru kerap terjadi,” kata Anita.

Namun, sejumlah aktivis perempuan dan anggota parlemen mengkritisi Perppu baru yang dinilai tidak akan menyelesaikan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan jika tidak diikuti kebijakan yang lebih matang, seperti penguatan peran keluarga, perbaikan infrastruktur yang meningkatkan keamanan di tempat-tempat umum, pendidikan reproduksi sejak masa pubertas, dan tentunya rehabilitasi bagi para korban.

Mantan anggota DPR Sumarjati Aryoso mengatakan kepada VOA, Perppu yang bersifat mengambil jalan pintas seperti yang dikeluarkan pemerintah hari Rabu itu tidak logis.

“Perppu yang shortcut, tidak logis dan rasional untuk apa? Bila pemerintah melindungi warganya, ya kebutuhan esensial harus disediakan. Tentunya dengan bekerjasama dengan asosiasi profesi terkait dan pemerintah yang menyediakan anggarannya,” tukas Sumarjati.

Meski Masih Harus Disetujui DPR, Perppu Sudah Punya Kekuatan Hukum

Perppu ditetapkan oleh presiden berdasarkan kegentingan yang dinilai memaksa presiden menetapkan hal itu. Penafsiran kegentingan ini merupakan subyektifitas presiden. Jika Perppu disetujui oleh DPR maka akan dijadikan undang-undang, jika tidak akan dicabut. Walaupun pun Perppu belum dibahas oleh DPR, Perppu ini sudah memiliki konsekuensi hukum dan sudah bisa diberlakukan, dilaksanakan dan memiliki kedudukan setingkat dengan undang-undang, sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. [em/ii]