Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Kepolisian menangani maraknya impor produk makanan olahan dan kosmetik ilegal.
JAKARTA —
Menurut Kepala Bareskrim Polri, Komjen Polisi Sutarman, sebagai negara konsumen sangat besar, pemerintah Indonesia harus ketat mengawasi produk-produk yang digunakan dan dikonsumsi masyarakat.
Sementara, Wakil Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Tulus Abadi menilai jika selama ini pihak kepolisian enggan menangani masalah yang muncul terkait produk makanan olahan dan kosmetik ilegal, kondisi tersebut harus diubah karena sudah saatnya konsumen dilindungi.
Dalam rangka meningkatkan pengawasan produk pangan dan non pangan yang beredar di pasar lokal dari kegiatan impor ilegal dan pemalsuan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian serta Kepolisian melakukan kerjasama. Pengawasan yang akan dilakukan meliputi pemenuhan standar seperti pencatuman label petunjuk penggunaan manual dan kartu jaminan dalam bahasa Indonesia pada produk kosmetik serta khusus untuk produk pangan olahan, juga diwajibkan melampirkan label mutu dan gizi.
Kepada pers di Jakarta Jum’at, Kabareskrim Polri, Komjen Polisi Sutarman menjelaskan, pemerintah dan kepolisian akan terus berupaya menekan maraknya peredaran produk makanan olahan dan kosmetik ilegal di pasar-pasar di Indonesia. Upaya tersebut ditambahkan Kabareskrim Polri, untuk melindungi konsumen.
“Perlindungan konsumen bahwa Indonesia ini negara konsumen yang sangat besar, membanjirnya produk-produk ke Indonesia, kosmetik, makanan, itu semuanya kalau kita tidak awasi dengan baik akan dikonsumsi oleh masyarakat dan itu akan berpengaruh terhadap kesehatannya pada jangka waktu yang panjang,” kata Sutarman.
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan menilai seperti halnya di negara lain, konsumen di Indonesia harus dilindungi termasuk jika terjadi efek negatif setelah mengkonsumsi makanan olahan.
“Kalau ini kita implementasikan, nota kesepakatan ini, kesepahaman ini yang paling untung tentu konsumen, konsumen merasa lebih nyaman ketika dia harus menkonsumsi segala macam,” ujar Rusman.
Kepada VoA, Wakil Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi berpendapat Indonesia harus menerima konsekuensi pasar bebas d iantaranya masuknya produk ilegal, namun bukan berarti pemerintah tidak bisa melindungi konsumen. Ia berharap kerjasama pengawasan produk makanan olahan dan kosmetik antara pemerintah dan kepolisian tidak hanya wacana namun benar-benar diimplementasikan.
“Memang itu resiko dari pasar bebas, yang dibendung adalah dengan cara memberikan standar-standar tertentu produk- produk yang masuk ke Indonesia dalam hal ini makanan, kosmetik dan obat-obatan yang standar kita jangan sampai produk sampah masuk, terutama kosmetik dan pangan, apalagi di daerah-daerah perbatasan itu banyak sekali produk-produk dari Singapura, Malaysia,Thailand yang masuk di pasar kita termasuk ke supermarket, seperti di Medan banyak sekali tidak diregistrasi oleh badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) tidak bisa hanya registrasi dari negara yang bersangkutan, kalau ada apa-apa tidak bisa dipertanggungjawabkan,” papar Tulus Abadi.
Menurut catatan Kementerian Perdagangan, negara juga mengalami kerugian sekitar Rp 70 trilyun akibat maraknya impor produk makanan dan minuman olahan serta kosmetik ilegal sepanjang tahun 2012.
Sementara, Wakil Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Tulus Abadi menilai jika selama ini pihak kepolisian enggan menangani masalah yang muncul terkait produk makanan olahan dan kosmetik ilegal, kondisi tersebut harus diubah karena sudah saatnya konsumen dilindungi.
Dalam rangka meningkatkan pengawasan produk pangan dan non pangan yang beredar di pasar lokal dari kegiatan impor ilegal dan pemalsuan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian serta Kepolisian melakukan kerjasama. Pengawasan yang akan dilakukan meliputi pemenuhan standar seperti pencatuman label petunjuk penggunaan manual dan kartu jaminan dalam bahasa Indonesia pada produk kosmetik serta khusus untuk produk pangan olahan, juga diwajibkan melampirkan label mutu dan gizi.
Kepada pers di Jakarta Jum’at, Kabareskrim Polri, Komjen Polisi Sutarman menjelaskan, pemerintah dan kepolisian akan terus berupaya menekan maraknya peredaran produk makanan olahan dan kosmetik ilegal di pasar-pasar di Indonesia. Upaya tersebut ditambahkan Kabareskrim Polri, untuk melindungi konsumen.
“Perlindungan konsumen bahwa Indonesia ini negara konsumen yang sangat besar, membanjirnya produk-produk ke Indonesia, kosmetik, makanan, itu semuanya kalau kita tidak awasi dengan baik akan dikonsumsi oleh masyarakat dan itu akan berpengaruh terhadap kesehatannya pada jangka waktu yang panjang,” kata Sutarman.
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan menilai seperti halnya di negara lain, konsumen di Indonesia harus dilindungi termasuk jika terjadi efek negatif setelah mengkonsumsi makanan olahan.
“Kalau ini kita implementasikan, nota kesepakatan ini, kesepahaman ini yang paling untung tentu konsumen, konsumen merasa lebih nyaman ketika dia harus menkonsumsi segala macam,” ujar Rusman.
“Memang itu resiko dari pasar bebas, yang dibendung adalah dengan cara memberikan standar-standar tertentu produk- produk yang masuk ke Indonesia dalam hal ini makanan, kosmetik dan obat-obatan yang standar kita jangan sampai produk sampah masuk, terutama kosmetik dan pangan, apalagi di daerah-daerah perbatasan itu banyak sekali produk-produk dari Singapura, Malaysia,Thailand yang masuk di pasar kita termasuk ke supermarket, seperti di Medan banyak sekali tidak diregistrasi oleh badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) tidak bisa hanya registrasi dari negara yang bersangkutan, kalau ada apa-apa tidak bisa dipertanggungjawabkan,” papar Tulus Abadi.
Menurut catatan Kementerian Perdagangan, negara juga mengalami kerugian sekitar Rp 70 trilyun akibat maraknya impor produk makanan dan minuman olahan serta kosmetik ilegal sepanjang tahun 2012.