Pengadilan Tinggi Turki Batalkan Hukuman terhadap Sejumlah Perwira Militer

  • Dorian Jones

Pemimpin partai oposisi utama Partai Republik Rakyat, Kemal Kilicdaroglu memuji keputusan Pengadilan Tinggi Turki (foto: dok).

Pengadilan Tinggi di Turki telah membatalkan hukuman terhadap sejumlah perwira militer senior yang sebelumnya dituduh berencana menggulingkan pemerintah.

Pengadilan Tinggi Turki, Yargitay, memutuskan bahwa hukuman karena dituduh hendak menggulingkan pemerintah itu tidak berdasar. Keputusan itu mengakhiri penyelidikan serta perkara sembilan tahun di pengadilan yang berakhir dengan pemenjaraan 274 perwira senior militer politisi, wartawan dan penulis.

Konspirasi Ergenekon, yang disebut oleh para jaksa, adalah percobaan hendak menggulingkan pemerintahan Partai AK yang Islamis. Tetapi para pengritik menyatakan penyelidikan adalah penyelidikan yang dibuat-buat tanpa bukti terhadap militer yang pro sekuler bersama pendukungnya.

Keputusan oleh Pengadilan Tinggi membatalkan hukuman itu disambut baik oleh pemimpin partai oposisi utama Partai Republik Rakyat, Kemal Kilicdaroglu.

Kilicdaroglu mengatakan "keputusan itu mengungkapkan betapa tepat kritikan kami pada masa lalu. Di negeri ini masih ada hakim."

Tetapi penghukuman para perwira itu, termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal İlker Basbug, secara nasional maupun internasional luas dianggap sebagai saat adanya kekuatan negara untuk mengakhiri campur tangan militer dalam politik.

Sejak tahun 1960, militer sudah tiga kali merebut kekuasaan. Dan pada tahun 1997 pemerintahan yang dipimpin partai Islamis dipaksa melepaskan kekuasaan. Militer biasanya menganggap diri sebagai pengawal negara tetap sekuler.

Tetapi tahun lalu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang diduga menjadi sasaran konspirasi yang dituduhkan itu, meminta maaf kepada para perwira militer tadi atas penyelidikan itu. Erdogan menyalahkan para pengikut seorang ulama Islam ternama, Fethullah Gulen. Gulen, yang tinggal di pengasingan, pernah menjadi sekutu dekat Erdogan, tetapi kemudian mereka menjadi musuh sengit.

Profesor hukum Turki, Istar Gozaydin mengatakan meskipun dia memahami mengapa pengadilan membuat keputusan tersebut, dia masih beranggapan keputusan itu cacat.

"Secara prosedural ada masalah dalam hal hukum. Tetapi, pada dasarnya saya tidak setuju. Saya terkejut. Saya pikir ada konspirasi seperti Ergenekon, atau apapun. Jadi pada hakekatnya, saya samasekali tidak setuju," ujar Gozaydin.

Para pengamat menyatakan, pencabutan itu kemungkinan akan menambah kekhawatiran atas politisisasi sistem hukum. Awal bulan ini, Departemen Luar Negeri Amerika dan Parlemen Eropa memperingatkan bahwa kebebasan pengadilan Turki semakin terkikis. [sp/al]