Petani Jatim Serukan Kedaulatan Pangan

Aksi peringatan Hari Tani Nasional di depan gedung negara Grahadi, Surabaya, Rabu (24/9). (VOA/Petrus Riski)

Telah terjadi penyusutan lahan pertanian di Indonesia, ditandai dengan berkurangnya jumlah rumah tangga petani dari 31 juta menjadi 26 juta pada 2013

Sejumlah petani yang tergabung dalam Aliansi Tani Jawa Timur melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung negara Grahadi, Surabaya, Rabu (24/9), menyerukan reformasi agraria dan kedaulatan pangan demi kesejahteraan petani dan masyarakat.

Aksi tersebut bertepatan dengan Hari Tani Nasional yang jatuh setiap 24 September, dengan tema tahun ini "Pembaruan Agraria dan Kedaulatan Pangan untuk Kemandirian Bangsa."

Pertumbuhan pesat sektor industri dan perdagangan, secara tidak langsung ikut menyumbang terjadinya penyusutan lahan pertanian di Indonesia, ditandai dengan berkurangnya jumlah rumah tangga petani dari 31 juta menjadi 26 juta pada 2013, atau menyusut sekitar 16 persen atau 5 juta keluarga petani dalam sepuluh tahun terakhir.

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Timur, Syaiful Zuhri mengatakan, provinsi Jawa Timur sebagai salah satu daerah lumbung padi nasional juga mengalami penyusutan lahan pertanian, akibat alih fungsi lahan ke sektor industri dan perumahan.

“Rata-rata 1,1 juta hektar lahan pertanian yang irigasi, itu berubah fungsi semua. Ada sekitar, catatan BPS (Badan Pusat Statistik) 2013 itu, ada sekitar 1.500-an hektar itu sudah alih fungsi, sekatang menjadi perumahan, jadi jalan raya, jadi bangunan-bangunan itu. Ini harus mencetak lahan baru untuk tanaman pangan, agar kita tidak impor," ujarnya.

Syaiful menambahkan, selain alih fungsi lahan, persoalan penyusutan lahan pertanian di Jawa Timur juga disumbang oleh tidak tergarapnya lahan yang berada dalam tanggungjawab pengelolaan pihak perkebunan.

“Faktanya banyak tanah-tanah di Jawa Timur itu terlantar tidak dikelola. Banyak tanah-tanah Perhutani yang hari ini hamparan bukit itu tidak dikelola. Banyak perkebunan-perkebunan swasta atau BUMN (pemerintah), yang itu terlantar tanahnya. Daripada terlantar mending dikerjakan oleh petani," ujarnya.

Ketua Aliansi Petani Indonesia (API) Jawa Timur, Sugiono mengatakan dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian hingga kini dirasa sangat kurang, sehingga perekonomian keluarga petani selalu dibawah standar minimal penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia.

Sementara itu, tambahnya, konflik lahan antara petani pengolah lahan dengan pemerintah maupun swasta, menjadi salah satu penyebab enggannya petani untuk tetap bertahan di sektor pertanian tanaman pangan. Masyarakat petani yang kurang sejahtera seringkali dikriminalisasikan, akibat konflik yang ditimbulkan oleh perebutan hak pengolahan lahan, ujarnya.

"Kita lihat saja, di mana disitu ada perkebunan, disitu ada Perhutani, kebanyakan rakyat-rakyatnya masih miskin, pendidikannya masih rendah, jaminan kesehatannya juga kualitas kesehatannya masih rendah. Itu membuktikan bahwa persoalan tanah yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan, perkebunan-perkebunan baik swasta maupun BUMN, itu belum menyejahterakan rakyat. Maka saya menuntut, solusi kedepan diwujudkannya reformasi agraria," katanya.

Menurut Ubed, selaku Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jawa Timur, sejauh ini petani yang memanfaatkan lahan, selalu berupaya menjaga serta melestarikan hutan maupun perkebunan yang dijadikan lahan pertanian. Hal itu menjadi harapan petani untuk memperoleh manfaat secara ekonomi, meski terkendala persoalan penyusutan lahan, uajarnya.

“Sekarang ini dikelola, ditanami berbagai macam bentuk tanaman, ada yang model, konsep untuk petani di pinggir hutan, ada wana tani, ada konsep agroforestri, dan itu bagus untuk meningkatkan kesejahteraan bagi petani, meskipun ini masih dalam wilayah konflik, tapi toh petani masih bisa melakukan kerja-kerja di bidang pertanian meski tidak ada inisiatif penyelesaian konflik dari pemerintah. Konsep pertanian yang dilaksanakan itu juga konsep yang arif terhadap lingkungan sekitar, untuk menjaga kelangsungan hidup ekosistem yang ada, konservasi itu dilakukan, sumber-sumber mata air dijaga, semacam itu," ujar Ubed.

Sugiono meminta kepastian dari pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla, yang menjanjikan penambahan lahan pertanian sebanyak 9 juta hektar. Sugiono meminta pemenuhan janji Presiden terpilih Joko Widodo untuk lahan yang dijanjikan, termasuk lahan yang sedang menjadi sengketa antara petani dengan pihak perkebunan.

“Janji Jokowi 9 juta hektar itu yang akan dibagikan ke petani itu, kami menuntut bahwa tanah-tanah itu adalah tanah yang selama ini kami perjuangkan. Maka sebelum Jokowi menjanjikan tanah 9 juta hektar itu, pastikan tanah tersebut adalah termasuk tanah yang kami perjuangkan selama ini," ujarnya.