Polda Papua Selidiki Rekening Rp 1,5T Milik Bintara Polisi

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Brigjen Boy Rafli Amar. (Foto: Dok)

Polda Papua bersama penyidik Mabes Polri tengah menyelidiki kasus rekening berisi sekitar Rp 1,5 triliun milik seorang anggota Polres Sorong.
Kepolisian Daerah Papua menindaklanjuti temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening tidak wajar alias rekening gendut berisi sekitar Rp 1,5 triliun milik Ajun Inspektur Satu (Aiptu) Labora Sitorus, anggota Kepolisian Resort Sorong Papua.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Brigjen Boy Rafli Amar di Jakarta, Rabu (15/5) menjelaskan, penyelidikan kasus ini difokuskan pada alur transaksi apakah terkait dengan tindak pidana.

“Kalau terkait dengan rekening seorang bintara Polri di Papua, proses penyelidikan dan penyidikannya sedang dilakukan oleh penyidik Polda Papua. Jadi penyidik serse Polda Papua tengah berupa menyelidiki apakah dari transaksi-transaksi yang dilakukan yang bersangkutan terkait dengan perbuatan melanggar hukum atau tindak pidana,” ujarnya.

Boy menegaskan, jika dari hasil pemeriksaan ternyata yang bersangkutan melanggar akan dikenakan sanksi hukum.

“Kalau nanti ditemukan terkait ada pelanggaran hukum ya bisa kena sanksi hukum. Nanti kita liat dari aspek-aspek pelanggaran masalah disiplin atau kode etik profesi atau yang terkait pidana,” ujarnya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane kepada VOA mengatakan, jumlah rekening milik Aiptu Labora Sitorus sangat mengherankan, mengingat yang bersangkutan hanyalah seorang bintara polisi. Namun menurut Neta, bila dilihat dari perkaranya, polisi pemilik harta melimpah sebenarnya bukan lagi rahasia umum. Neta menegaskan kasus ini harus ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya kira ini puncak gunung es, masih banyak polisi-polisi yang mempunyai kekayaan luar biasa dibanding gajinya,” ujarnya.

Menurut Neta, di Papua sendiri ini adalah kasus kedua. Pada 2010 PPATK menemukan adanya transaksi Rp 2 miliar yang masuk ke rekening seorang anggota polisi dan diduga anggota polisi ini mempunyai rekening ratusan miliar rupiah, ujarnya.

“Kemudian Polda Papua menyelidiki kasus ini dan naik ke persidangan, namun yang bersangkutan divonis bebas. Sebab itu dengan munculnya kasus yang sekarang, kita berharap jangan polisi lagi yang menangani. Kapolri harus mengajak KPK untuk mengusut kasus ini. Karena kalo polisi tidak serius menanganinya,” ujar Neta.

Ia menambahkan, Sitorus bisa mengumpulkan harta hingga ratusan miliar itu sudah tentu berasal dari cara-cara ilegal. IPW menurut Neta melihat ada kontrol yang lemah terhadap polisi-polisi di daerah yang cenderung menjalankan bisnis ilegal.

“Polisi-polisi di daerah itu lebih kaya dibanding yang di pusat. Kenapa? Karena di daerah ini kontrolnya lemah. Sementara di daerah ada potensi pertambangan, perkebunan, hutan, yang bisa mereka mainkan. Apakah mereka menjadi backing ataupun mereka bisnis illegal di sana. Ini mainan oknum per oknum. Tapi bisa saja oknum itu berkolusi dengan atasannya. Jadi tidak mungkin main sendiri. Kalau main sendiri tentunya sudah dipindah dari situ,” ujarnya.

Sebelumnya, berdasarkan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Sitorus dinyatakan memiliki transaksi keuangan melalui rekening mencapai Rp 1,5 triliun. Transaksi terhitung sejak 2007 hingga 2012.

Polda Papua sebelumnya menyebutkan, Sitorus diduga terlibat kasus penyelundupan kayu dan bahan bakar minyak di Papua. Ia juga disebut-sebut memiliki bisnis karaoke.