Presiden Hollande Akan Pidato di Kelompok Kebudayaan Arab

Presiden Perancis Francois Hollande (tengah) didampingi Menteri Kebudayaan Fleur Pellerin (kanan) dan Presiden Arab Institut 'Institut du Monde Arabe', Jack Lang (kiri) melewati dinding bertuliskan "We are Charlie" di kampus institusi pendidikan tersebut di Paris (15/1).

Presiden Perancis Francois Hollande dijadwalkan tampil di Arab World Institute di Paris,hari Kamis (15/1) untuk mendorong hubungan yang lebih erat antara Perancis dan dunia Arab.

Presiden Perancis Francois Hollande akan menyampaikan pidato di hadapan organisasi kebudayaan Arab, hari Kamis (15/1), setelah menyatakan tabloid satir “Charlie Hebdo” akan terus beroperasi meski menjadi sasaran penembakan tragis pekan lalu.

Kantor berita Perancis AFP mengutip Hollande sebagai mengatakan “Anda bisa membunuh laki-laki dan perempuan, tetapi Anda tidak akan pernah bisa membunuh ide”.

Pernyataannya Rabu malam (14/1) itu disampaikan pada hari yang sama dikeluarkannya edisi pertama “Charlie Hebdo” pasca serangan teroris pekan lalu, yang kembali menampilkan karikatur mengolok-olok Nabi Muhammad di sampul depannya, disertai tulisan “All is Forgiven”. Edisi pertama tabloid itu langsung habis terjual di Perancis.

Hollande hari Kamis dijadwalkan tampil di Arab World Institute di Paris, untuk mendorong hubungan yang lebih erat antara Perancis dan dunia Arab.

Dalam perkembangan lainnya dua upacara pemakaman korban serangan teroris dilangsungkan hari Kamis.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry akan tiba di Paris hari Jumat (16/1) untuk bertemu dengan Presiden Hollande dan beberapa pejabat lain.

Pejabat-pejabat Amerika hari Rabu (14/1) mengatakan sebuah video yang menunjukkan klaim al-Qaida di Yaman, yang menyatakan bertanggungjawab atas serangan berdarah di kantor “Charlie Hebdo” di Paris pekan lalu, adalah “otentik”.

Dalam video yang dipasang di internet hari Rabu, seorang laki-laki yang mengidentifikasi diri sebagai Nasr Al Ansi – pemimpin tinggi al-Qaida di Semenanjung Arab – mengatakan kelompoknya lah yang merencanakan dan membiayai serangan yang menewaskan 12 orang itu.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Marie Harf mengatakan Washington sedang memastikan kaitan yang mungkin ada antara kelompok ekstrimis itu dengan kedua penyerang.​