Presiden Yudhoyono turun tangan untuk menyelesaikan perseteruan antara KPK dengan Mabes Polri, dengan menegaskan bahwa kasus korupsi simulator SIM hanya ditangani oleh KPK.
Sesuai dengan janjinya, Presiden Yudhoyono memenuhi keinginan masyarakat untuk turun tangan langsung dalam menyelesaikan perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Mabes Polri yang terus memanas beberapa hari belakangan.
Bertempat di Istana Negara Jakarta Senin malam (8/10), Presiden Yudhoyono memberikan keterangan persnya beberapa jam setelah memimpin langsung pertemuan antara pimpinan KPK dengan Kapolri.
Dalam keterangan persnya itu, Presiden Yudhoyono menegaskan kasus korupsi simulator SIM Korlantas Polri yang menyeret petinggi Polri itu, hanya ditangani oleh KPK. Selain itu, mengenai keinginan kepolisian supaya Komisaris Polisi Novel Baswedan mempertanggungjawabkan tindakan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004, Presiden menganggap upaya itu tidak tepat.
Presiden Yudhoyono mengatakan, "Penanganan hukum dugaan korupsi pengadaan simulator SIM yang melibatkan Irjen Polisi Djoko Susilo, agar ditangani KPK dan tidak dipecah. Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung. Dua, keinginan Polri untuk menangani proses hukum terhadapa Komisaris Polisi Novel Baswedan, saya pandang tidak tepat. Baik dari segi timing maupun caranya."
Presiden Yudhoyono juga menegaskan, soal waktu penyidik polri yang bertugas di KPK akan dituangkan dalam peraturan pemerintah. Presiden juga menegaskan menolak rencana dari DPR untuk merevisi undang-undang KPK.
"Perselisihan yang menyangkut waktu penugasan para penyidik Polri yang bertugas di KPK, perlu diatur kembali dan akan saya tuangkan dalam peraturan pemerintah. Saya berharap nantinya, tekhnis pelaksanaannya juga diatur dalam MoU antara KPK dan Polri. Keempat, pemikiran dan rencara dari revisi undang-undang KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi saya pandang kurang tepat untuk dilaksanakan saat ini. Lebih baik kita tingkatkan sinergi dan semua upaya intensitas pemberantasan korupsi," tegas Presiden.
Menanggapi pernyatan Presiden, Kapolri Jenderal Timur yang juga hadir di Istana Negara Jakarta memastikan, Kepolisian tetap akan memproses kasus penganiayaan berat terhadap tersangka pencuri sarang burung walet di Bengkulu yang diduga melibatkan Kompol Novel. Kapolri mengatakan, tak seorang pun yang dapat mengintervensi penanganan kasus hukum.
"Penyidik itu mempunyai independensi penanganan kasus yang sedang disidik itu. Nah masalah penanganannya itu saat ini yang mungkin tidak tepat. Tapi kita coba evaluasi lagi. Meski demikian, proses hukum atas kasus itu tetap berjalan," papar Kapolri.
Sementara itu, Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho kepada VOA melihat ada dukungan dari Presiden terhadap KPK. Meski demikian Emerson melihat untuk kasus Novel masih bermasalah termasuk soal rencana revisi undang-undang KPK.
"Nampaknya SBY berada di belakang KPK ya, walaupun kita melihat dari 4 poin yang disampaikan, dua memberikan harapan pada public, dan dua lagi masih mengambang. Dua yang mengambang adalah, kasus Novel yang belum jelas dan kemudian revisi undang-undang KPK yang dianggap tidak tepat. Padahal menurut kami rencana revisi ini bermasalah bukan cuma tidak tepat, tapi harus ditarik. Dan kasus Novel ini berpotensi dibuka kembali oleh polisi," ujar Emerson.
DPR memberikan apresiasi atas pernyataan dari Presiden seputar solusi kongkrit perseteruan KPK – Polri. Anggota Komisi 3 DPR RI Didi Irawadi meminta agar pihak-pihak terkait khususnya Polri agar mematuhi instruksi Presiden itu.
Didi mengatakan, "Pidato presiden yang sangat jelas dan tegas, telah memberikan solusi, sehubungan dengan kebuntuan yang terjadi belakangan ini dalam hubungan antara Polri dengan KPK. Kami berharap para pihak terkait dalam persoalan ini bisa mengimplemetasikan solusi yang disampaikan Presiden. Kepada Polri, (saya harap) harus legowo dan berjiwa besar (atas) solusi yang diberikan oleh Presiden."
Bertempat di Istana Negara Jakarta Senin malam (8/10), Presiden Yudhoyono memberikan keterangan persnya beberapa jam setelah memimpin langsung pertemuan antara pimpinan KPK dengan Kapolri.
Dalam keterangan persnya itu, Presiden Yudhoyono menegaskan kasus korupsi simulator SIM Korlantas Polri yang menyeret petinggi Polri itu, hanya ditangani oleh KPK. Selain itu, mengenai keinginan kepolisian supaya Komisaris Polisi Novel Baswedan mempertanggungjawabkan tindakan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004, Presiden menganggap upaya itu tidak tepat.
Presiden Yudhoyono mengatakan, "Penanganan hukum dugaan korupsi pengadaan simulator SIM yang melibatkan Irjen Polisi Djoko Susilo, agar ditangani KPK dan tidak dipecah. Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung. Dua, keinginan Polri untuk menangani proses hukum terhadapa Komisaris Polisi Novel Baswedan, saya pandang tidak tepat. Baik dari segi timing maupun caranya."
Presiden Yudhoyono juga menegaskan, soal waktu penyidik polri yang bertugas di KPK akan dituangkan dalam peraturan pemerintah. Presiden juga menegaskan menolak rencana dari DPR untuk merevisi undang-undang KPK.
"Perselisihan yang menyangkut waktu penugasan para penyidik Polri yang bertugas di KPK, perlu diatur kembali dan akan saya tuangkan dalam peraturan pemerintah. Saya berharap nantinya, tekhnis pelaksanaannya juga diatur dalam MoU antara KPK dan Polri. Keempat, pemikiran dan rencara dari revisi undang-undang KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi saya pandang kurang tepat untuk dilaksanakan saat ini. Lebih baik kita tingkatkan sinergi dan semua upaya intensitas pemberantasan korupsi," tegas Presiden.
Menanggapi pernyatan Presiden, Kapolri Jenderal Timur yang juga hadir di Istana Negara Jakarta memastikan, Kepolisian tetap akan memproses kasus penganiayaan berat terhadap tersangka pencuri sarang burung walet di Bengkulu yang diduga melibatkan Kompol Novel. Kapolri mengatakan, tak seorang pun yang dapat mengintervensi penanganan kasus hukum.
"Penyidik itu mempunyai independensi penanganan kasus yang sedang disidik itu. Nah masalah penanganannya itu saat ini yang mungkin tidak tepat. Tapi kita coba evaluasi lagi. Meski demikian, proses hukum atas kasus itu tetap berjalan," papar Kapolri.
Sementara itu, Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho kepada VOA melihat ada dukungan dari Presiden terhadap KPK. Meski demikian Emerson melihat untuk kasus Novel masih bermasalah termasuk soal rencana revisi undang-undang KPK.
"Nampaknya SBY berada di belakang KPK ya, walaupun kita melihat dari 4 poin yang disampaikan, dua memberikan harapan pada public, dan dua lagi masih mengambang. Dua yang mengambang adalah, kasus Novel yang belum jelas dan kemudian revisi undang-undang KPK yang dianggap tidak tepat. Padahal menurut kami rencana revisi ini bermasalah bukan cuma tidak tepat, tapi harus ditarik. Dan kasus Novel ini berpotensi dibuka kembali oleh polisi," ujar Emerson.
DPR memberikan apresiasi atas pernyataan dari Presiden seputar solusi kongkrit perseteruan KPK – Polri. Anggota Komisi 3 DPR RI Didi Irawadi meminta agar pihak-pihak terkait khususnya Polri agar mematuhi instruksi Presiden itu.
Didi mengatakan, "Pidato presiden yang sangat jelas dan tegas, telah memberikan solusi, sehubungan dengan kebuntuan yang terjadi belakangan ini dalam hubungan antara Polri dengan KPK. Kami berharap para pihak terkait dalam persoalan ini bisa mengimplemetasikan solusi yang disampaikan Presiden. Kepada Polri, (saya harap) harus legowo dan berjiwa besar (atas) solusi yang diberikan oleh Presiden."