Presiden Trump Masuk ke Dalam Sengketa Diplomatik Negara-negara Arab Teluk

Presiden Trumo (kanan) dalam pertemuan bilateral dengan Emir Qatar, Sheikh Tamim Bin Hamad Al-Thani di Riyadh, Arab Saudi, 21 Mei 2017 (Foto: dok).

Presiden Amerika Donald Trump, Selasa (7/6) langsung melibatkan diri dalam perselisihan diplomatik antara Qatar dan negara-negara Arab. Dalam serangkaian cuitan lewat Twitter, Trump memuji upaya regional untuk mengisolasi Qatar karena dukungannya terhadap kelompok ekstremis. Pernyataan itu patut dicermati karena Qatar adalah sekutu dekat Amerika.

Ketika Donald Trump bertemu dengan emir Qatar bulan lalu, dia menggambarkan hubungan itu sebagai “sangat bagus.”

“Kami berteman. Kami sudah berteman lama sekali secara tidak langsung,” kata Presiden Trump.

Gaya bahasa seperti ungkapan itulah yang sudah lama digunakan oleh kedua negara sekutu. Oleh karena itu banyak kalangan terkejut ketika Trump, dalam cuitan hari Selasa menyatakan dukungannya terhadap beberapa negara Arab yang mengisolasi Qatar.

Arab Saudi dan tiga negara Arab lainnya minggu ini memutuskan hubungan diplomatik, serta semua perjalanan ke dan dari Qatar karena ketidaksepakatan mengenai dukungan Qatar untuk Iran dan kelompok-kelompok ekstremis. Langkah itu merupakan eskalasi tajam dari perseteruan panjang antara Qatar dan negara-negara tetangganya.

Langkah itu juga berimplikasi besar bagi AS karena Qatar menjadi tuan rumah bagi 11.000 personel militer Amerika di sebuah pangkalan udara yang penting bagi perang melawan ISIS, kata Andreas Krieg, yang membantu melatih angkatan bersenjata Qatar.

Berbicara dengn VOA melalui Skype dari kantornya di Kings College, London, Andreas Krieg mengatakan, "Pangkalan itu merupakan pangkalan militer yang besar, pangkalan militer Amerika terbesar di Timur Tengah. Sebagian besar operasi di Afghanistan, Irak, Yaman, Suriah diterbangkan dari sana. Pangkalan itu sangat penting dan berperan sebagai pusat operasi yang sangat penting.”

Andreas Krieg mempertanyakan apakah Amerika benar-benar ikut mengkoordinasikan rencana untuk mengisolasi Qatar itu, seperti yang diisyaratkan oleh Trump.

Ada juga pertanyaan tentang apakah aparat keamanan nasional Trump mendukung ucapannya yang keras terhadap Qatar, kata Anthony Cordesman dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang telah lama menjadi penasihat Pentagon.

“Tidak begitu jelas apakah langkah ini, katakanlah, sudah mendapat dukungan menteri pertahanan, menteri luar negeri, dan penasihat keamanan nasional. Saya kira kita perlu sedikit bersabar,” paparna.

Dalam sebuah pernyataan kepada VOA, seorang juru bicara Pentagon mengakui adanya “pandangan yang berbeda” di antara negara-negara sekutu Arab, tetapi dia juga mengatakan bahwa Amerika Serikat “bersyukur atas dukungan yang telah lama” diberikan bagi kehadiran militer Amerika di kawasan itu.

Departemen Luar Negeri Amerika menggemakan komentar serupa, dan menyatakan Qatar telah membuat kemajuan dalam menghentikan pendanaan kelompok ekstremis, tetapi menambahkan bahwa lebih banyak kemajuan dibutuhkan.

Sementara itu, Gedung Putih mengatakan Presiden Donald Trump dan Raja Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud berbicara melalui telepon, dan keduanya menekankan perlunya persatuan negara-negara Teluk menyusul keputusan untuk memutuskan hubungan dengan Qatar.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan Selasa malam mengatakan bahwa Presiden Trump dan Raja Salman membahas “tujuan penting untuk mencegah pendanaan organisasi teroris dan melenyapkan promosi ekstremisme oleh negara manapun di kawasan itu.”

Hari Selasa Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain telah menarik kembali duta besar masing-masing dari Qatar dan menutup semua perbatasan dengan negara kecil itu, karena Doha dituduh mendukung Iran dan kelompok-kelompok seperti Ikhwanul Muslimin, Hamas dan al-Qaida.

Yordania menurunkan hubungan diplomatiknya dengan Qatar dan mencabut lisensi televisi al-Jazeera, yang mendukung kebijakan luar negeri Qatar.

Qatar menggambarkan blokade ekonomi terhadapnya sebagai “pelanggaran kedaulatan,” dan menyatakan bahwa krisis tersebut didasarkan pada “rekayasa sepenuhnya.” [lt/uh]