Radio kembali memainkan peran penting di tengah bencana tsunami di pantai barat Banten. Tidak saja menjadi sarana menyampaikan informasi penting kepada publik dan komunikasi antar-warga, tetapi juga menjadi tempat penampungan pengungsi.
“Informasi untuk kakak dan teteh di sekitar pantai, BMKG mengimbau supaya masyarakat tidak beraktivitas di sekitar pantai Selat Sunda. Selain karena masyarakat masih trauma, juga untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Juga karena ada prediksi bahwa kemungkinan terjadi aktivitas Gunung Anak Krakatau.”
Itulah petikan siaran “Radio Krakatau” Senin malam (24/12) yang berulangkali menyampaikan peringatan agar warga tidak berada di sekitar pantai karena masih rentannya situasi di pantai barat Banten, pasca tsunami Sabtu malam (22/12) lalu.
“Tentu diketahui bahwa tsunami ini diduga akibat longsoran Gunung Anak Krakatau yang sejak beberapa bulan terakhir ini aktif luar biasa. Untuk itu diimbau masyarakat di pesisir pantai untuk tidak melakukan kegiatan di sekitar pantai dulu. Para nelayan.. kita istirahat dulu yaa.. kita rehat, mudah-mudahan alam kembali bersahabat dan semua normal kembali,” demikian imbuan penyiar Radio Krakatau.
BACA JUGA: Ribuan Mengungsi ke Dataran Tinggi, Khawatirkan TsunamiRadio kembali menunjukkan fungsi penting di saat terjadi bencana, dengan tidak saja menyampaikan informasi yang harus diketahui publik tetapi juga alat berkomunikasi antar warga. Penyiar “Radio Krakatau” mengatakan sejak musibah terjadi begitu banyak berita kehilangan anggota keluarga yang datang dan pengaduan kebutuhan logistik. Tetapi tidak sedikit kabar gembira datang ketika ada laporan penemuan anggota keluarga yang hilang, bantuan yang mulai berdatangan, air yang mulai surut dan listrik yang hidup kembali.
“Radio Krakatau” di Labuan, Pandeglang, Senin malam menjadi tempat penampungan sekitar 300 pengungsi, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Hampir setiap sudut kantor radio itu dipadati warga, yang tidur beralas tikar atau kain-kain ala kadarnya. Tidak banyak makanan yang tersisa karena belum ada dapur umum yang didirikan untuk mereka. Warga juga harus bergantian menggunakan kamar mandi untuk membuang hajat karena tidak ada fasilitas sanitasi lain di sekitar kantor radio itu selain kamar mandi pegawai.
Tak heran jika siaran Senin malam diwarnai dengan isak tangis anak-anak.
Sementara di luar kantor “Radio Krakatau” sejumlah warga berembuk untuk mendatangi kantor Basarnas atau pusat bantuan lain guna mendapatkan kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, selimut dan pakaian.
Fungsi strategis radio dalam merespon bencana semakin terasa dalam beberapa bulan terakhir ini ketika Indonesia dilanda banyak bencana, antara lain musibah gempa di Lombok pada Juli dan Agustus, gempa dan tsunami di Palu pada 28 September, dan kini tsunami di Selat Sunda. Banyak organisasi pengelola dan penggemar radio kini menyebarkan radio receiver tenaga surya ke lokasi-lokasi rawan bencana untuk lebih mengintensifkan komunikasi pada saat-saat genting. (Ab/em)