Indonesia dan Amerika termasuk di antara semakin banyak negara yang melakukan pembatasan perjalanan bagi orang-orang yang datang dari Afrika Selatan dan sejumlah negara lain di Afrika. Langkah itu dilakukan untuk melindungi warga dari kemungkinan tertular virus corona varian baru omicron yang ditemukan di Afrika Selatan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers Minggu (28/11) di Jakarta, mengumumkan, "Pemerintah juga akan meningkatkan waktu karantina bagi WNA dan WNI yang dari luar negeri, di luar negara-negara yang masuk pada daftar poin A menjadi tujuh hari dari sebelumnya tiga hari."
Your browser doesn’t support HTML5
Negara dalam daftar poin A yang dimaksud Luhut mencakup Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Malawi, Angola, Zambia, dan Hong Kong. WNI dan WNA yang masuk ke Indonesia dari negara-negara poin A harus menjalani masa karantina 14 hari. Sedangkan mereka yang datang dari negara lain, termasuk Amerika Serikat, harus menjalani masa karantina tujuh hari.
Wati Sutojo merasa sangat dirugikan oleh kebijakan baru itu dan sangat sedih. Setelah lebih dua tahun tidak pulang, ia berencana pulang untuk menengok ibunya yang sakit. Ia sudah mengantongi tiket dan cuti kerja total 10 hari, dari 1 sampai 10 Desember.
“Dengan karantina tiga hari, saya masih bisa ketemu ibu. Nah, karena tiba-tiba sekarang karantina menjadi tujuh hari, nggak mungkin saya ketemu ibu hanya satu hari, trus pulang lagi,” keluh Wati Sutojo.
Dengan berat hati, Wati membatalkan rencana perjalanannya. Walaupun merasa terpukul, ia bisa memahami kebijakan yang juga diterapkan beberapa negara.
Kakak Wati, Muti Sutojo, sedang berlibur di Amerika dan akan kembali ke Jakarta 2 Desember. Ketika tiba pada 8 November lalu, ia membayangkan hanya akan menjalani masa karantina tiga hari.
Ternyata kini kembali tujuh hari. “Kalau dibawa kesel ya nanti bisa malah nggak enak ya. Jadi, kita ikuti pemerintah. Mau nggak mau ya, harus dipatuhi," jelas Muti Sutojo.
Reinal Caspari juga memilih patuh pada kebijakan pemerintah. “Tidak ada pilihan,” cetus Reinal yang berencana pulang akhir tahun ini atau awal tahun depan untuk menemui keluarga. Justru..“Suka banget kalau dikarantina. Tiga hari saya ambil, tujuh hari pun saya ambil.”
Bagi Reinal, masa karantina adalah kesempatan berisitirahat dan transisi mengatasi jetlag. Tidak senangnya, “biaya tinggi. Ada pihak yang justru mendapat bisnis dan pemasukan dari kebijakan ini.”
Bagi Muti, karantina ...“Pasti costly. Itu dari segi budget. Yang kedua, lebih banyak stay di hotel.”
Selain hotel, orang yang baru datang harus menjalani tes PCR berbayar. Tes yang tidak dikenakan bayaran bila dilakukan di Amerika.
Pendiri agen wisata FBI Group (Fajar Berkah Ilahi) Yasser Boma Sila Dawanis mengaku terimbas langsung oleh perpanjangan masa karantina dan merasa terbebani.
“Dikarenakan, satu, customer makin sulit. Yang kedua, customer yang punya uang pun dengan masa karantina yang bertambah menjadi tujuh hari, membuat mereka merasa malas berangkat ke luar negeri,” jelasnya.
Jadwal wisata FBI Group, menurut Boma, terancam batal. Secara pribadi, ia pun terpaksa membatalkan rencana ke Arab Saudi yang mulai 1 Desember ini kembali membuka pintu untuk jemaah umrah dari Indonesia. “Saya memilih menahan diri. Keselamatan atau kesehatan, jauh lebih penting,” imbuhnya.
Indonesia termasuk negara yang paling parah terimbas pandemi virus corona. Setelah sempat memuncak pada Juli lalu, dalam seminggu terakhir tercatat 300 kasus baru COVID-19. [ka/ab]