Program “Citarum Harum” menyasar perusahaan yang membuang limbah yang tidak memenuhi syarat ke aliran sungai sepanjang 269 kilometer. Limbah industri memang menjadi salah satu pencemar Sungai Citarum bersama sampah rumah tangga dan kotoran ternak.
Komandan Satgas Citarum Ridwan Kamil mengajukan dua cara untuk meningkatkan penegakan hukum di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Hal ini meliputi penerapan sanksi sosial dan pelibatan non-aparatur sipil.
Dalam lokakarya penguatan penegakkan hukum Citarum di Bandung, Jumat (15/2/2019), Ridwan Kamil mengatakan sanksi sosial lebih ampuh.
“Kalau diancam pasal-pasal malah suka nantang dan tidak taat. Jadi ini khas Indonesia lah kita cari,” ujarnya kepada media ujar lokakarya.
Your browser doesn’t support HTML5
Gubernur Jawa Barat ini mengatakan sanksi sosial itu bisa dengan memasang spanduk yang menampilkan para pelanggar hukum, baik individu maupun perusahaan. Metode ini, ujarnya, pernah berhasil diterapkan saat dia menjadi walikota Bandung.
Ridwan Kamil Ingin Libatkan Profesional
Sejak “Citarum Harum” digelar pada 2018, polisi telah mengungkap 58 kasus pelanggaran. Upaya tersebut terkendala kurangnya pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) yang diwajibkan undang-undang. Polisi juga mengatakan kekurangan personil pengambil contoh limbah. Oleh karena itu Ridwan Kamil tengah mempertimbangkan perekrutan orang non-aparatur sipil negara (ASN) atau profesional.
“Karena kalau minta ASN, biasanya kalau ASN itu terbatas. Nah pertanyaannya, kalau terbatas masak nggak ada solusi? Nah bisa kita bikin mekanisme yang non-ASN mungkin,” ujarnya.
Laki-laki yang akrab disapa Kang Emil ini mengatakan, kalangan profesional juga akan mengurus Sekretariat Citarum. Selama ini, Satgas Citarum dikelola oleh ASN yang ditugaskan dari lembaga lain. Dia ingin kantor itu dikelola profesional supaya bisa fokus.
Kejaksaan Akan Terapkan Hukum ‘Multidoors’
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat akan menerapkan penegakan hukum lewat beberapa pintu atau ‘multidoors’. Jika ada perusahaan yang mencemari Citarum, kejaksaan akan mencari kemungkinan pelanggaran lain: pajak, bea cukai, atau pencucian uang.
Kepala Kejati Jabar Raja Nafrizal mengatakan, semua pelanggaran akan dituntut di pengadilan. “Kalau bisa bersamaan ya bersamaan. Kalau memang tidak bisa bersamaan, habis sidang satu, sidang lagi. Orangnya sama. Biar kapok,” jelasnya kepada awak media dalam kesempatan yang sama.
Raja mengatakan, akan mengundang para ahli untuk menelusuri pelanggaran lain dari perusahaan nakal. Kejaksaan akan melakukan semua cara untuk membuat perusahaan itu bangkrut.
“Seperti korupsi. Korupsi harus dibangkrutkan, kalau tidak dibangkrutkan muncul lagi. Seperti narkoba dan segala macam, jaringannya harus dikejar. Kalau uangnya tidak dikejar, besok muncul sana muncul sini,” pungkasnya.
Dari 58 kasus yang terungkap selama 2018, 19 berkas sudah masuk ke kejaksaan. Setidaknya satu kasus tengah disidangkan. [rt/em]