Kepolisian Indonesia hari Senin (26/2) menangkap empat anggota kelompok The Family Muslim Cyber Army di empat provinsi berbeda pada Senin (26/2) yaitu di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Bangka Belitung, Bali, dan di Subang, Jawa Barat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Muhammad Iqbal kepada wartawan, Selasa (27/2) mengatakan kelompok The Family Muslim Cyber Army ini kerap menyebarkan hoaks atau berita bohong dan isu-isu provokatif seperti soal kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI), penculikan dan penganiayaan ulama. Kelompok ini tambahnya juga kerap menghina pemimpin negara dan beberapa tokoh. Ditambahkannya, kelompok ini juga menyebarkan konten berisi virus pada orang atau kelompok lawan berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.
Hingga laporan ini disampaikan polisi mengatakan masih mendalami motif kelompok ini dan memburu satu orang anggota MCA yang berada di luar negeri. Namun, polisi menolak merinci di negara mana orang yang dicari itu berada.
"Pelaku-pelaku ini diduga sering memprovokasi lewat konten-konten narasi-narasi di media sosial. Upaya-upaya provokasi seperti menyampaikan isu-isu yang negatif tentang PKI, tentang penganiayaan ulama terus juga”menghujat” pemimpin negara dan beberapa tokoh," ungkap Iqbal.
Kelompok Muslim Cyber Army (MCA) tidak hanya membuat jaringan di aplikasi WhatsApp, tetapi juga menggunakan media sosial lain dengan nama berbeda namun tetap berkaitan dengan nama MCA.
Menurut Iqbal, mereka yang sudah tertangkap akan dijerat Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan undang-undang tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis karena para tersangka telah sengaja menunjukan kebencian kepada orang lain berdasarkan diskriminasi, ras dan etnis; atau dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan tindakan menyebabkan terganggungnya sistem elektronik.
Sebelumnya Jon Riah Ukur atau yang dikenal dengan Jonru Ginting sempat mengakui bahwa ia merupakan anggota Muslim Cyber Army (MCA) dan mengatakan bahwa MCA merupakan tugasnya sebagai seorang Muslim, yaitu berdakwah melalui Internet. Jonru Ginting sendiri saat ini mendekam di penjara karena kasus ujaran kebencian. Beberapa waktu lalu jaksa penuntut umum telah menuntut Jonru dua tahun penjara.
Your browser doesn’t support HTML5
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pemerintah peduli terhadap merebaknya hoaks di berbagai media sosial. Penapisan atau pemblokiran merupakan langkah terakhir yang dilakukan pemerintah, meskipun mengakui bahwa banyaknya situs yang diblokir tidak menjadi indikator keberhasilan pemerintah. Yang terpenting lanjutnya bagaimana Indonesia memiliki dunia maya yang sehat, lebih bermanfaat serta berkualitas bagi seluruh masyarakat.
Masyarakat tambahnya harus lebih kritis dan selektif ketika menerima informasi, ujar Rudiantara, dan sedianya masyarakat bersama-sama memerangi informasi palsu yang marak di media sosial.
"Event-event politik seperti pilkada, pileg, pilpres ini selalu hangat di dunia mayanya, apalagi dibanjiri dengan hoaks. Penyelesaiannya adalah kita tidak hanya dengan blokir-blokir saja. Kita tidak ajak masyarakat, komunitas untuk juga melakukan katakanlah membersihkan hoaks-hoaks ini," ujar Rudiantara.
Sebelumnya, Cendekiawan Komaruddin Hidayat mengibaratkan hoaks seperti narkoba dan pornografi, yang sangat berbahaya bagi masyarakat. Menurutnya, masyarakat harus segera menyadari bahaya ini karena jika dibiarkan maka akan menghancurkan mereka.
Hoaks, ujar Komarudin, jelas merupakan salah satu bentuk pembunuhan karakter yang bertujuan menjatuhkan dan memanipulasi.
“Dalam konteks agama, ini jelas fitnah!,” tegas Rektor UIN Syarif Hidayatullah itu.
Hingga saat ini, polisi telah menangkap 14 orang dari kelompok Muslim Cyber Army. [fw/em]