Beberapa kekuatan dunia, yang masih mengakui perjanjian nuklir dengan Iran menyatakan ‘keprihatinan yang serius’ terkait pelanggaran pakta itu oleh Iran, dalam pertemuan di Wina, sementara mengakui hampir habis waktunya guna menemukan cara untuk menyelamatkannya.
Duta Besar China untuk PBB di Wina, Wang Qun mengemukakan kepada wartawan setelah berbicara di Wina bersama pihak-pihak terkait dalam kesepakatan itu, termasuk Iran, bahwa mereka ‘berpacu dengan waktu dalam mencari solusi spesifik untuk mempertahankan’ perjanjian bersejarah tahun 2015 tersebut.
Rencana Aksi Bersama Komprehensif (Joint Comprehensive Plan of Action), sebagaimana kesepakatan itu dikenal, menjanjikan sejumlah insentif ekonomi bagi Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya. Perjanjian itu bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan bom – suatu hal yang dengan tegas dibantah oleh para pemimpin negara tersebut.
Sejak keputusan Presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS keluar dari kesepakatan itu tahun 2018 sekaligus penerapan kembali sejumlah sanksi Amerika perekonomian Iran telah menderita. Teheran secara bertahap melanggar beberapa larangan dalam kesepakatan itu untuk menekan pihak-pihak yang masih berada dalam perjanjian tersebut termasuk China, Rusia, Jerman, Perancis dan Inggris - untuk memberikan insentif baru guna mengimbangi sanksi-sanksi yang dikenakan Amerika.
Sebagai tanggapan, Januari 2020 lalu negara-negara Eropa menjalankan sebuah mekanisme penyelesaian sengketa, untuk menyelesaikan masalah terkait kesepakatan itu atau menyerahkannya kepada Dewan Keamanan PBB.
Kepada sejumlah wartawan, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyatakan Iran masih ‘terbuka untuk inisiatif apa pun yang dapat menjamin beberapa manfaat JCPOA bagi Iran.’
"Kami sepenuhnya siap membalikkan langkah-langkah yang sejauh ini diambil kalau pihak lain memenuhi komitmen mereka dalam JCPOA," Abbas memaparkan.
Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan tersebut, pejabat tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri, Josep Borrell, menyatakan, “Ada kekhawatiran yang serius terkait implementasi sejumlah komitmen nuklir Iran berdasarkan perjanjian tersebut."
Inggris, Perancis, dan Jerman mengembangkan sistem yang dikenal sebagai INSTEX, untuk memudahkan perdagangan dengan Iran sambil melindungi sejumlah perusahaan dari sanksi-sanksi Amerika, namun sejauh ini tidak mendapat banyak hasil.
Borrell mennjelaskan di pertemuan itu semua pihak mengakui pentingnya memperkuat INSTEX lebih lanjut, dan Iran terlihat optimis setelah berlangsungnya pembicaraan tersebut.
"Kami membahas berbagai cara memperkuat mekanisme ini, menyediakan likuiditas dan pendanaan yang lebih banyak, supaya mekanisme tersebut bisa berjalan, dan saya pikir ada keinginan yang kuat untuk melakukannya," kata Menlu Iran Araghchi.
“Selain itu metode yang dibahas kali ini dapat digunakan untuk memperluas perdagangan antara Iran dan Uni Eropa.” [mg/ii]