Sektor Kelapa Sawit Indonesia Terancam Pemogokan Pekerja

Seorang pekerja sedang memanen kelapa sawit di sebuah perkebunan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. (Foto: Dok)

Pekerja sektor kelapa sawit mengancam mogok karena banyak perusahaan memotong komponen kesejahteraan untuk mendanai kenaikan UMR.
Sektor kelapa sawit di Indonesia, yang merupakan produser terbesar minyak kelapa sawit di dunia, menghadapi pemogokan tahun ini meski ada kenaikan upah minimum, menurut serikat pekerja, karena para pengusaha memotong komponen kesejahteraan untuk mendanai kenaikan tersebut.

Baik perusahaan perkebunan domestik dan internasional telah mendapat manfaat dari tenaga kerja yang melimpah jumlahnya, berusia muda dan murah, yang telah membantu pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Namun, sengketa industri timbul tahun lalu saat para serikat pekerja di banyak kota berdemonstrasi menuntut kesejahteraan yang lebih tinggi dan memprotes penggunaan pekerja kontrak untuk mengakali peraturan tenaga kerja.

Beberapa provinsi kemudian menaikkan upah minium bulanan mulai tahun ini dengan tingkat berbeda-beda.

Perusahaan-perusahaan kelapa sawit menanggapi kenaikan upah ini dengan mengatakan akan memotong beberapa manfaat yang sudah disediakan untuk karyawan, seperti tempat tinggal gratis atau subsidi listrik dan makanan, ujar Khoirul Anam, ketua Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan Indonesia (KAHUTINDO).

“Pekerja perkebunan kelapa sawit senang dengan kenaikan upah tapi ini belum berakhir,” ujar Khoirul. Kahutindo sendiri memiliki 126.000 anggota di industri perhutanan, termasuk kelapa sawit.

“Perusahaan-perusahaan mengatakan kenaikan upah tidak logis atau di luar struktur upah,” ujarnya.

“Pemogokan dapat terjadi kapan saja jika perusahaan tidak mematuhi upah minimum atau sebagai konsekuensi pengurangan kesejahteraan.”

Pemogokan pekerja tersebut akan berdampak pada produksi, yang diperkirakan mencapai 27 juta ton tahun ini, atau ekspor ke pembeli-pembeli utama seperti India, Tiongkok dan Eropa.

Meski rata-rata kenaikan upah minimum kurang dari 15 persen, Khoirul mengatakan kenaikan lebih besar akan diberlakukan wilayah yang memproduksi kelapa sawit, yaitu Kalimantan Timur, dengan kenaikan 49 persen menjadi Rp 1,752 juta.

Perbedaan persentase ini mendorong para pekerja pindah ke provinsi-provinsi yang menawarkan kenaikan lebih tinggi, sehingga menekan perusahaan perkebunan untuk menawarkan upah yang sama.

Hanya 25 dari 33 provinsi di Indonesia telah menyetujui kenaikan upah minimum, menurut Khoirul, sehingga diperlukan pengawasan ketat untuk pelaksanaan kenaikan mulai akhir Januari.

Perkebunan kelapa sawit biasanya mempekerjakan karyawan dengan kontrak yang terus diperbarui dari tiga bulan sampai setahun, atau melalui sub-kontraktor, ujarnya.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan tidak menerima keluhan dan bahwa aksi pemogokan sepertinya tidak akan terjadi karena para perusahaan sekarang membayar upah minimum, atau lebih.

“Tidak ada keluhan atau protes dari pekerja industri kelapa sawit,” ujar direktur eksekutif GAPKI Fadhil Hasan, yang menampik kemungkinan terjadinya pemogokan.

"Mereka yang menuntut kenaikan upah minimum sebagian besar adalah pekerja di perkotaan, seperti industri tekstil di Jakarta.”

GAPKI telah berpartisipasi dalam pembicaraan tingkat regional mengenai tingkat upay minimum, ujar Fadhil.

“Kenaikannya rasional dan kami dapat menerimanya.” (Reuters/Michael Taylor)