Seluruh Jenis Burung Paruh Bengkok di Wallacea Kini Berstatus Dilindungi

  • Yoanes Litha

Kasturi Ternate (Lorius garrulus) dikategorikan rentan (Vulnerable) oleh IUCN akibat menurunnya populasi. (Foto: Burung Indonesia)

Organisasi Burung Indonesia menilai Pemberlakuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 20 Tahun 2018 sangat berpengaruh pada upaya konservasi burung paruh bengkok di Wallacea yang kini masuk dalam jenis dilindungi. Peraturan itu menjadi langkah besar untuk menekan ancaman terhadap berbagai jenis burung paruh bengkok di Wallacea yang terancam oleh upaya perburuan dan perdagangan ilegal.

Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau Burung Indonesia sebuah organisasi konservasi nasional yang didirikan pada 2002 untuk melestarikan burung-burung liar di Indonesia dan habitatnya, menilai pemberlakuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 20 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi sangat berpengaruh bagi upaya konservasi khususnya bagi Satwa Burung di Indonesia.

Peraturan itu menggantikan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Jihad, Biodiversity Mainstreaming Officer Burung Indonesia, kepada VOA mengatakan peraturan baru itu itu telah memasukkan semua jenis burung paruh bengkok di kawasan Wallacea sebagai satwa yang dilindungi. Di antaranya adalah Kakatua Putih dan Kasturi Ternate, burung endemik di Maluku Utara yang populasinya menurun drastis karena perburuan dan perdagangan ilegal.

Kakatua Putih (cacatua alba) dikategorikan rentan (Vulnerable) oleh IUCN akibat menurunnya populasi. (Foto: Burung Indonesia)

“Berdasarkan hasil survei Burung Indonesia di Halmahera sendiri, Kakatua Putih populasinya hanya berkisar antara 8.630 sampai dengan 48.000 yang mana jumlah ini jauh berkurang dibandingkan hasil survey tahun 1991-1992 dengan populasi Kakatua Putih masih berkisar di angka 43.000 sampai 183.000 di alam,” ungkap Jihad.

Berdasarkan lampiran dalam peraturan tersebut, burung adalah jenis satwa yang paling banyak masuk dalam daftar dilindungi. Sebanyak 562 jenis burung masuk dalam daftar tersebut atau sekitar 31,73% dari total 1771 jenis burung yang ada di Indonesia—dalam daftar jenis sebelumnya hanya 437 jenis burung saja yang berstatus dilindungi. Selain itu, sebanyak 27 jenis atau 98% dari total 28 jenis burung di Indonesia yang berstatus kritis berdasarkan Daftar Merah IUCN telah masuk juga ke dalam daftar tersebut—dalam daftar sebelumnya hanya mengakomodir 64% burung berstatus kritis.

“Keluarnya Permen ini akan sangat berpengaruh signifikan terhadap upaya konservasi jenis-jenis burung Indonesia terutama bagi banyak jenis burung yang endemik dan terancam punah begitu, karena memang daftar ini di Permen ini daftar jenis burung itu, total sekarang ada 562,” tambahnya.

Jihad menambahkan Peraturan ini telah mencakup jenis-jenis burung yang saat ini mengalami tren penurunan populasi di alam yang sangat cepat, seperti yang terjadi pada semua jenis burung cica-daun dan beberapa jenis burung kacamata akibat banyak diperdagangkan. Sedangkan pada lampiran peraturan sebelumnya, sebagian jenis sudah tidak mencerminkan perkembangan terbaru segi populasi, ancaman, maupun perkembangan ilmu pengetahuan.

Your browser doesn’t support HTML5

Seluruh Jenis Burung Paruh Bengkok di Wallacea Kini Berstatus Dilindungi

Secara terpisah Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam Maluku, Muktar Amin Ahmadi mengakui sepanjang tahun ini pihaknya berhasil mengungkap 38 kasus perburuan dan perdagangan ilegal terhadap satwa yang dilindungi termasuk diantaranya Burung Kakatua Alba dan Kasturi Ternate. Dari kasus yang pernah terungkap, diketahui perdagangan satwa burung endemis Maluku Utara tersebut juga ada yang diselundupkan ke luar wilayah Indonesia.

“Kalau yang perdagangannya keluar Indonesia ke Filipina biasanya melalui Halmahera Utara kemudian singgah di Bitung dan dari Bitung biasanya melalui nelayan-nelayan tradisional diselundupkan ke Filipina itu utamanya,” ujar Muktar.

Muktar Amin Amhadi mengakui dengan dengan wilayah kerja yang meliputi Provinsi Maluku dan Maluku Utara, pihaknya mengalami keterbatasan petugas untuk pengawasan titik-titik rawan yang dapat menjadi pintu keluar perdagangan satwa.

“Kita sudah hitung ya ada 65 titik yang harus dijaga sebenarnya. Pelabuhan ada 45 titik yang besar-besar. Kemudian bandara ada 24 di Maluku dan Maluku Utara, ada 9 titik rawan yang harus kita jaga. Petugas sendiri untuk Polisi kehutanan hanya ada 27 Pak, PEH (Petugas Ekosistem Hutan) hanya 5 orang, Penyuluh hanya 4 orang. Sehingga sangat-sangat terbatas sekali. Jadi jumlah yang ada dari office boy sampai Kepala Balai termasuk urusan administrasi ini hanya 78 orang, padahal wilayah kerja sangat luas. Kawasan kita ada 29 kawasan konservasi, cagar alam, Taman Wisata Alam dan Suaka Marga Satwa,” imbuh Muktar.

Dengan keterbatasan tersebut, BKSDA Maluku juga berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga dapat turut serta melakukan pengawasan serta perlindungan terhadap satwa dan tumbuhan yang dilindungi baik di dalam maupun diluar kawasan konservasi. [yl/em]

Wallacea adalah kawasan biogeografis yang mencakup sekelompok pulau-pulau dan kepulauan di wilayah Indonesia bagian tengah, terpisah dari paparan benua-benua Asia dan Australia oleh selat-selat yang dalam. (Foto: Wikipedia)