Sembilan perempuan dari kawasan pegunungan Kendeng, Jawa Tengah , yang menolak pembangunan pabrik semen di daerahnya itu, Rabu (13/4) akhirnya melepaskan semen di kaki mereka setelah ditemui Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno di depan Istana Negara Jakarta.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi telah mengetahui adanya aksi yang dilakukan sembilan ibu dari kawasan pegunungan Kendeng, yang terletak di sepanjang Rembang, Pati, Grobogan, dan Blora, Jawa Tengah serta tuntutannya.
Ketika bertemu dengan sembilan ibu itu, Teten menyampaikan bahwa Presiden Jokowi sangat khawatir dengan kondisi kesehatan kesembilan petani perempuan yang melakukan aksi menyemen kakinya dan Presiden kata Teten meminta agar para ibu tersebut bersedia melepas cor semen di kaki mereka.
Teten juga berjanji akan mempertemukan kesembilan perempuan yang mendapat julukan 'Kartini sembilan' itu dengan Presiden Jokowi.
Your browser doesn’t support HTML5
"Pembicaraan saya dengan teman-teman ini adalah mengatur pertemuan dengan Presiden, jadi pembicaraan masalahnya akan (langsung) dengan Presiden," ujar Teten.
Mendengar janji yang diungkapkan Kepala Staf Kepresiden Teten Masduki, kesembilan ibu tersebut bersedia melepas cor semen itu. Menurut Joko Prianto, pendamping "sembilan Kartini" sekaligus petani asal Rembang yakin Presiden Jokowi mau mendengar tuntutan mereka.
Dia berharap presiden segera membatalkan pembangunan pabrik semen di wilayah Kendeng, Jawa Tengah yang akan sangat merusak lingkungan.
Joko Prianto mengatakan, "Kita bongkar karena dari pihak kepresidenan mengutus stafnya untuk berdialog dengan kita, makanya sebagai bentuk kepercayaan kami terhadap pemerintah mampu menyelesaikan konflik yang ada di Kendeng terutama tentang penolakan pabrik semen."
Joko menambahkan aksi pengecoran kaki dengan semen ini merupakan simbol penegasan kepada Pemerintah bahwa hadirnya semen di wilayah pertanian pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, dapat memasung dan merusak sumber kehidupan.
Mulai hari Selasa (12/4) sembilan perempuan itu melakukan aksi di depan Istana Negara Jakarta dengan menyemen kaki mereka dalam kotak kayu berukuran 100 X 40 sentimeter . Aksi serupa kembali dilakukan oleh mereka pada hari Rabu (13/4).
Selama berada di Jakarta, Sukinah, Supini, Murtini, Surani, Kiyem, Ngatemi, Karsupi, Deni, dan Rimabarwati menginap di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Mereka merupakan para petani sepanjang pegunungan Kendeng yaitu Rembang, Pati, dan Grobogan, Jawa Tengah.
Deni, salah seorang ibu berusia 28 tahun asal Grobogan yang ikut dalam aksi tersebut mengatakan pegunungan Kendeng adalah lumbung pangan masyarakat , dan di wilayah tersebut juga ada mata air. Menurutnya, adanya galian-galian pabrik semen membuat banyak daerah menjadi kekeringan dan dia sangat takut jika sumber air di desanya akan habis.
"Kami ingin suara kami didengar. Selamatkan alam kita. Kami ingin selamatkan bumi pertiwi ini," tutur Deni.
Sebelumnya, kepada wartawan, Direktur Utama PT Semen Indonesia Suparni pernahmembantah pembangunan pabrik dan penambangan tak sesuai dengan aturan. Menurutnya pembangunan tersebut telah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. [fw/jm]