Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah usai mengikuti rapat kerja Kejaksaan Agung dengan Komisi Hukum DPR di Jakarta hari Rabu (20/1) mengatakan lembaganya tidak tahu alasan ketidakhadiran mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam pemanggilan kedua hari Rabu. Tetapi ditambahkannya bahwa jika hingga pemanggilan ketiga pekan depan politikus Partai Golkar itu juga mangkir, maka Kejaksaan Agung akan mengambil sikap, meskipun ia tidak merinci sikap yang akan diambil.
Lebih jauh Arminsyah mengatakan ketidakhadiran Setya Novanto dan Riza Chalid sangat mengganggu penyelidikan karena tim penyidik tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
"Baik yang pertama maupun yang sekarang juga belum ada pemberitahuan dari yang bersangkutan atau yang mewakilinya, apakah berhalangan atau tidak hadir karena kenapa, belum," kata Arminsyah.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung, sebagian komisi III DPR yang membidangi masalah hukum mempertanyakan soal kasus dugaan pemufakatan jahat permintaan saham PT Freeport yang diduga melibatkan mantan Ketua DPR, Setya Novanto yang sekarang ini sedang ditangani Kejaksaan Agung.
Komisi III mengkritisi sikap Kejaksaan Agung dalam menangani perkara tersebut.
Salah satu anggota Komisi III, Suratman, mengatakan, "Yang menjadi pertanyaan saya, gimana kemudian unsur kesepakatan sebagai salah satu unsur yang sangat penting dalam pemufakatan jahat itu akan dapat dibuktikan oleh kejaksaan."
Jaksa Agung M. Prasetyo langsung membantah tudingan sebagian anggota komisi hukum DPR bahwa Kejaksaan Agung terpengaruh nuansa politis dalam memeriksa kasus itu. Menurutnya Kejaksaan Agung telah berulang kali menyatakan bahwa lembaganya memiliki bukti yang kuat dalam kasus ini. Selain rekaman percakapan yang diberikan oleh mantan Presiden Direktur PT Freeport Ma’roef Sjamsoedin, Kejaksaan juga memiliki beberapa bukti kuat lain.
Prasetyo mengatakan, "Yang meyakinkan kita apa yang dilakukan pak Setya Novanto, itu tidak terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas sebagai ketua DPR maupun sebagai anggota dewan. Kita dapatkan fakta itu dari Sekjen DPR sendiri yang mengatakan bahwa pertemuan itu tidak pernah diagendakan."
Peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mempertanyakan sikap Komisi III DPR tersebut. Menurutnya kasus Setya Novanto di DPR sudah selesai setelah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memutuskan bahwa Setya Novanto telah melanggar kode etik.
"Kalau terbukti melanggar etik kok tiba-tiba anggota komisi III yang juga anggota MKD menyebut untuk menutup kasus ini . Ini kan sesat cara berfikir tidak sesuai dengan kewenangannya dan kontraproduktif dengan apa yang diputuskan oleh MKD itu sendiri," kata Donal.
Dalam rekaman percakapan antara Setya Novanto, Riza Chalid dan Ma’roef Sjamsoeddin yang telah diperdengarkan dalam sidang perdana MKD tanggal 2 Desember 2015 lalu, terdengar bagaimana Setya Novanto dan Riza Chalid berupaya menyakinkan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ketika itu Maroef Sjamsoeddin bahwa mereka bisa membantu PT FI mendapatkan perpanjangan kontrak. Riza Chalid bahkan sempat menyebut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pihak yang harus diberi jatah saham. Ada juga permintaan kepada Freeport agar ikut serta dalam proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Papua.
Sebelumnya Kejaksaan Agung telah memanggil Mantan Presiden Direktur Ma’roef Sjamsoeddin dan Menteri ESDM Sudirman Said, sekretaris pribadi Setya Novanto untuk dimintai keterangan terkait kasus ini. [fw/em]