PT. Lapindo Brantas berencana melakukan pengeboran migas di sumur Tanggulangin 1 di Desa Kedung Banteng, yang lokasinya sekitar 2,5 kilometer dari semburan lumpur Lapindo di Desa Renokenongo. Pengerasan lahan sempat dilakukan dengan mendatangkan ratusan truk sirtu (pasir batu) dengan pengawalan aparat Kepolisian.
Aktivitas itu tentu saja menimbulkan kekhawatiran bagi warga desa di sekitar lokasi yang akan dijadikan titik pengeboran baru. Dikatakan oleh Khobir, perwakilan Korban Lapindo Menggugat dari Desa Glagaharum, Kecamatan Porong, rencana pengeboran baru menimbulkan trauma bagi warga, yang selama 9 tahun ini merasakan dampak semburan lumpur panas Lapindo Brantas.
Khobir mengatakan,"Warga sekitar sangat trauma, trauma dan sangat ketakutan juga dengan terulangnya kembali, semburan lumpur itu terlulang kembali."
Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Rere Christanto mengungkapkan, keluarnya izin pengeboran baru dari pemerintah untuk Lapindo Brantas merupakan bukti pemerintah tidak belajar dari bencana sebelumnya, yang menimbulkan trauma bagi masyarakat sekitar lokasi semburan lumpur.
"Kalau pemerintah kemudian mengizinkan pengeboran baru Lapindo, maka tidak ada sensitivitas terhadap situasi yang berkembang di masyarakat terutama persoalan trauma lumpur Lapindo. Yang kedua, tidak ada pelajaran sama sekali yang dipetik dari satu bencana yang sedemikian nampak jelas," kata Rere.
Rere menilai, pemerintah seharusnya tidak memberikan izin baru untuk pertambangan, khususnya di kawasan padat huni yang dapat berisiko mengancam keselamatan manusia dan lingkungan.
"Itu kan karena kegagalan pemerintah untuk memberikan pengawasan dan membiarkan operasi pertambangan migas di kawasan padat huni, itu kenapa kemudian dampaknya sedemikain masif menimpa masyarakat. Ketika kemudian penanganan lumpur Lapindo juga belum selesai, kok mau lagi menambah persoalan dengan kemudian memberikan perizinan pengeboran baru," tambahnya.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menegaskan, persoalan keamanan dan kepentingan warga setempat harus menjadi dasar dilakukannya aktivitas pertambangan, bila tidak ingin terjadi konflik yang dapat mengganggu ketenangan dan stabilitas di masyarakat.
Soekarwo mengatakan, "Kalau itu masyarakatnya belum ada titik temu dan juga belum ada penjelasan (jaminan) aman, ya gak bisa, saya tetap meminta untuk melakukan pendekatan. Sementara ini kalau belum ada ketenangan, dihentikan dulu." [pr/uh]