Kepada pers di Jakarta, Rabu (12/10), Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa persoalan Freeport adalah persoalan antara perusahaan dan para pekerja, sehingga pemerintah berharap keduanya bisa menyelesaikannya dengan baik supaya kerugian tidak terus bertambah.
“Freeport dapat menyelesaikan sebaik-baiknya dengan bermusyawarah dengan para pekerja, mencari solusi terbaik. Karena bila semakin tidak terselesaikan, ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, bagi pekerja, bagi Indonesia," ujar Menko Hatta.
Namun, Rektor Unversitas Cendrawasih, Papua, Berth Kambuaya, mengatakan ia tidak sependapat jika persoalan di Freeport selalu dikaitkan dengan materi. "Tidak usahlah kita bicara untung rugi dulu. Tapi, kalau bisa persoalan Freeport itu ditangani dengan hati yang murni, yang bersih. Negosiasi pembicaraan dilakukan dengan mereka, mereka yang bekerja dan mereka bagian dari perusahaan,” tutur Berth Kambuaya.
Berth Kambuaya juga menyayangkan tidak dilibatkannya para intelektual, tokoh masyarakat dan mahasiswa setempat selama Freeport berada di Papua, padahal menurutnya kalangan tersebut selalu bersedia membantu mencari solusi terbaik.
“Ini yang jadi masalah. Freeport datang ke Papua tidak banyak mengajak kita orang Papua untuk bicara mengenai kondisi di Papua, mengenai Freeport, mengenai perusahaan itu. Lebih banyak orang-orang yang terlibat di luar Papua. Kami juga tidak tahu yang seperti begitu. Saya selalu kan komplain juga kepada Freeport. Kita ini adalah universitas setempat, tapi sumber dayanya tidak diberdayakan,” katanya lebih lanjut.
Berth Kambuaya menegaskan meski banyak kalangan bisa membantu dalam proses penyelesaian persoalan-persoalan di Freeport namun yang paling penting perannya adalah pemerintah Indonesia. Kelemahan pemerintah dalam mengatasi persoalan-persoalan Freeport sejak dahulu, menurutnya, membuat kehadiran Freeport di Papua belum berarti banyak bagi masyarakat dan kemajuan Papua. ”Kita tidak banyak mendapat manfaat dari perusahaan itu, artinya kontribusi Freeport untuk Papua saya bilang itu masih jauh kurangnya,” tanda Berth.
Menurut catatan Freeport tahun lalu, pihaknya sudah menyetor kewajiban ke pemerintah Indonesia sebesar 1,9 miliar dolar AS. Jumlah tersebut terdiri dari alokasi dana Pajak Penghasilan Badan, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah, royalti dan deviden yang merupakan bagian pemerintah.
Setoran Freeport ke pemerintah sejak tahun 1996 hingga 2010 mencapai 11,4 miliar dolar. Diperkirakan, dengan tingginya harga emas di pasar dunia, pendapatan Freeport tahun ini mengalami kenaikan, yang berarti setoran ke pemerintah Indonesia akan bertambah. Freeport juga mengklaim pihaknya sudah membayar upah para pekerja jauh di atas standar upah buruh yang berlaku di Papua.