Warga Spanyol, Deirdre Carney, menduga ia mungkin mengidap COVID-19 ketika suhu tubuhnya naik di atas suhu normal, 37 derajat Celcius.
"Saya terkejut ketika didiagnosis. Saya tidak percaya saya tertular. Saya tidak berkumpul dengan banyak orang," kata Carney, seorang guru bahasa Inggris dari California yang tinggal di Madrid, kepada VOA.
Di ibu kota Spanyol, yang sekarang memiliki sekitar sepertiga kasus virus corona di Spanyol, pihak berwenang terpaksa memberlakukan sejumlah pembatasan untuk menghentikan lonjakan infeksi.
Sejak memberlakukan salah satu penutupan wilayah yang paling ketat di Eropa, Spanyol menjadi negara Eropa Barat pertama yang melaporkan lebih dari 500.000 kasus, demikian menurut otoritas kesehatan, Senin (7/9).
BACA JUGA: Spanyol, Negara Eropa Barat Pertama dengan 500 Ribu Kasus Covid-19Dengan jumlah infeksi mencapai 525.000 pada Selasa, Spanyol mencatat hampir 256 kasus per 100.000 penduduk, dibandingkan dengan sekitar 35 di Inggris, 125 di Perancis dan 30 di Italia. Italia pernah menjadi salah satu negara Eropa yang paling parah terkena dampak pada awal pandemi.
Carney, yang melawan penyakit ini dengan mengisolasi diri, mengatakan ia tidak dihubungi oleh pelacak kasus. Menurut para ahli, ketiadaan itu turut menyebabkan lonjakan infeksi.
"Satu-satunya yang melakukan penelusuran itu adalah majikan saya," katanya.
Penduduk kota Madrid, yang berjumlah 6,6 juta orang, umumnya tinggal di lingkungan padat. Kota itu akan membatasi pertemuan sosial hingga sepuluh orang di dalam atau di luar ruangan.
Banyak perebakan dikaitkan dengan pertemuan keluarga atau ketika anak muda berkumpul untuk minum-minum di luar ruangan, yang dikenal sebagai botellones.
Bar, restoran, acara pernikahan dan pemakaman juga akan dikenai pembatasan kapasitas.
Gelombang baru penularan tidak begitu mematikan dibandingkan dengan awal pandemi, dan jumlah infeksi tampaknya telah melambat dari puncak harian seminggu yang lalu, yang melampaui 10.000.
Tingkat kematian juga masih di bawah puncaknya pada April ketika lebih dari 900 orang meninggal dalam satu hari.
Meskipun demikian, banyak yang mempertanyakan mengapa Spanyol kembali menjadi negara yang “warganya paling banyak menderita sakit di Eropa”. [my/ka]