Sudan meminta Amerika agar mencabut sanksi yang diberlakukan selama 24 tahun, dan memperingatkan bahwa negara tersebut bisa mengalami perang kalau sanksi tersebut diterapkan kembali.
Pemerintahan Obama untuk sementara mencabut sanksi pada bulan Januari, dan mengaitkan penghapusan itu dengan serangkaian kondisi yang diupayakan oleh Sudan, termasuk kerjasama kontraterorisme dengan Amerika, akses tanpa hambatan untuk kelompok bantuan, dan penghentian konflik di antara kelompok bersenjata di Sudan.
Pada hari Rabu (12/7), penghapusan sanksi akan menjadi permanen kecuali kalau pemerintahan Trump membatalkan keputusan pendahulunya.
Berciara melalui radio pemerintah, Menteri Luar Negeri Sudan Ibrahim Ghandour memperingatkan bahwa pertempuran antara pemerintah dan pemberontak - yang telah menewaskan pqaling sedikit 300.000 orang sejak tahun 2003 - bisa ber lanjut kembali jika Amerika menghidupkan kembali sanksi tersebut.
"Kalau sanksi terus berlanjut, maka akan mendorong kelompok bersenjata mengeraskan posisi mereka," kata Ghandour.
"Kalau sanksi dicabut mereka akan kembali melakukan perundingan. Kalau tidak, mereka akan bersiap-siap untuk berperang," tambahnya.
Dia menyebut memberlakukan kembali sanksi "tidak logis dan tidak dapat diterima," dan menambahkan, "Kami tidak mengharapkan keputusan lain kecuali pencabutan sanksi."
Beberapa kelompok hak asasi manusia, termasuk Human Rights Watch, telah mengecam apa yang mereka anggap sebagai pengabaian perbaikan hak asasi manusia di Sudan selama kurun waktu enam bulan pengurangan sanksi. [sp]