Menteri ESDM Bantah 'Main Mata' dengan Freeport

  • Fathiyah Wardah

Menteri ESDM, Sudirman Said saat menghadiri panggilan MKD soal dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto di Jakarta, Rabu 2/12 (VOA/Fathiyah).

Kasus dugaan pelanggaran etika Ketua DPR Setya Novanto mendapatkan perhatian serius masyarakat. Sidang perdana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang digelar Rabu (2/12) siang disiarkan secara langsung oleh hampir semua radio dan televisi nasional.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said hari Rabu (2/12) memenuhi panggilan pemeriksaan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam kasus dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto.

Dalam sidang perdana yang dilakukan secara terbuka dan disiarkan oleh hampir semua jaringan radio dan televisi nasional itu Sudirman Said menyerahkan rekaman berdurasi 1 jam 20 menit 17 detik beserta transkrip pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto dengan pengusaha minyak Riza Chalid dan Direktur Freeport Indonesia, Ma’roef Sjamsoedin.

Di depan pimpinan dan anggota MKD, Sudirman menegaskan bahwa percakapan itu direkam langsung oleh Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Ma'roef Sjamsoedin. Ditambahkannya sejak ditunjuk menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan memulai proses negosiasi dengan PT Freeport Indonesia, ia memang telah meminta kepada pimpinan PT FI untuk melaporkan setiap interaksi yang dilakukan oleh siapapun perihal perpanjangan kotrak karya PT Freeport.

“Sebagai Menteri ESDM yang diberi mandat oleh presiden untuk melakukan penataan sektor energi dan sumber daya mineral, saya berkepentingan untuk membersihkan para pemburu rente yang menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk mengambil keuntungan pribadi yang telah merusak tatanan industri, iklim investasi dan daya saing nasional,” jelas Sudirman.

Dalam rekaman yang diperdengarkan secara utuh dalam sidang MKD itu, Setya Novanto dan Riza Chalid terdengar berupaya menyakinkan Ma’roef bahwa Presiden Joko Widodo akan meneken perpanjangan kontrak Freeport. Bahkan seorang di antara keduanya yakin bahwa Presiden Joko Widodo akan lengser jika menolaknya. Nama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan juga ikut disebut-sebut dalam rekaman itu sebanyak 66 kali.

Dalam penjelasannya, Sudirman Said mengatakan percakapan yang ada dalam rekaman itu merupakan pertemuan ketiga antara pimpinan Freport Indonesia Ma’roef Sjamsoedin, Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid pada 8 Juni 2015 di salah satu hotel di kawasan Pasific Place, Jakarta Pusat.

Setya Novanto – yang juga dikenal sebagai politikus Partai Golkar – dan Riza Chalid meminta saham 20%, di mana 11% di antaranya akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan sisanya, 9% untuk Wakil Presiden Jusuf Kalla. Saham ini dikatakan penting untuk melobby perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang akan habis pada tahun 2021. Setya Novanto juga meminta diberi saham satu proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan mendesak PT Freeport Indonesia agar menjadi investor dan pembeli hasil proyek tersebut.

Dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan MKD yang diketuai Surahman Hidayat itu, Sudirman Said mengatakan tindakan Setya Novanto ini jelas melanggar tugas dan tanggung jawab sebagai seorang anggota dewan, karena telah ikut mencampuri tugas eksekutif.

“Ini jelas mengandung konflik kepentingan”, ujar mantan Direktur PT. Pindad itu.

Sudirman: Tak Ada 'Main Mata' dengan Freeport

Di bagian lain Sudirman Said membantah jika ia main mata dengan Freeport McMoran. Menurutnya surat yang ia layangkan pada 7 Oktober 2015 lalu kepada Chairman Freeport McMoran – James Robert Mofett dikirim atas sepengetahuan Presiden Joko Widodo.

Sehari sebelum surat itu dikirim – tepatnya pada 6 Oktober 2015 – Presiden Joko Widodo mengundang James Robert Mofett ke Istana Negara guna membahas tentang nasib Freeport di Indonesia. Presiden – menurut Sudirman Said – menjelaskan tentang adanya peraturan pemerintah yang berbenturan dengan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk aturan yang menyatakan bahwa perpanjangan kontrak baru hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir.

“Kalau ada yang mengatakan saya menulis surat sendiri tanpa sepengetahuan presiden maka orang itu tidak tahu, karena saya bahkan membahas draft-nya dengan Presiden. Dan apabila surat ini sudah cukup bagi Freeport ya teruskan saja.”

Kejaksaan Agung telah membuka penyelidikan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kasus Freeport ini.

Diduga Ada 'Pemufakatan Jahat'

Direktur Monitoring, Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri menilai ada pemufakatan jahat yang berpotensi korupsi dalam pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Direktur Freeport Indonesia Ma’roef Sjamsoedin.

Rofiandri mendesak pihak kejaksaan untuk mendalami hal ini. Ia mengatakan, “Pemufakatan jahat memang ada, dua orang atau lebih yang melakukan pemufakatan jahat, jadi memang ada unsur perencanaan. Nah, ini yang harus dibuktikan oleh Jaksa Agung.”

Dalam perkembangan lainnya, anggota Majelis Kehormatan Dewan Akbar Faisal mengatakan lembaganya akan memanggil Direktur PT Freeport Indonesia Ma’roef Sjamsoedin dan pengusaha minyak Riza Chalid pada hari Kamis (3/12). Sampai laporan ini disampaikan baru Direktur PT Freeport Indonesia Ma’roef Sjamsoedin yang menyatakan bersedia hadir, sementara Riza Chalid belum memberikan jawaban. [fw/em]