Survei terbaru menunjukkan angka kasus autisme pada anak sekolah melebihi perkiraan semula atas kelainan tersebut.
NEW YORK —
Sebuah survei pemerintah terhadap orangtua di Amerika menunjukkan bahwa satu dari 50 anak sekolah di AS mengidap autisme, melebihi perkiraan semula atas penyakit tersebut.
Para pejabat bidang kesehatan mengatakan jumlah tersebut tidak berarti autisme terjadi lebih sering. Namun, hal ini menunjukkan bahwa para dokter lebih sering mendiagnosis autisme, terutama pada anak-anak dengan masalah yang lebih ringan.
Estimasi pemerintah sebelumnya menunjukkan jumlah satu dari 88 berasal dari sebuah studi yang oleh banyak pihak dianggap lebih detail. Studi tersebut mengacu pada catatan medis dan sekolah dibandingkan bergantung pada orangtua.
Selama berpuluh tahun, autisme berarti anak-anak dengan gangguan bahasa, intelektual dan sosial yang parah, serta perilaku yang tidak biasa dan berulang. Namun definisi tersebut berangsung-angsur berkembang dan sekarang mencakup kondisi-kondisi yang lebih ringan dan terkait.
Estimasi baru yang dirilis Rabu (20/3) oleh Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit (CDC) berarti setidaknya satu juta anak-anak memiliki autisme.
Angka itu penting karena pejabat pemerintah dapat melihat seberapa umum masing-masing penyakit atau gangguan ketika mempertimbangkan anggaran kesehatan publik. Namun angka itu juga kontroversial.
Data statistik baru itu berasal dari sebuah survei telepon nasional dari lebih dari 95.000 orangtua pada 2011 dan 2012. Kurang dari seperempat orangtua yang dikontak setuju menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan kelihatannya mereka yang memiliki anak autis lebih tertarik dibandingkan dengan para orangtua lain dalam berpartisipasi dalam sebuah survei mengenai kesehatan anak-anak, ujar para pejabat CDC.
Meski demikian, pihak CDC yakin survei tersebut memberikan gambaran yang valid mengenai bagaimana banyak keluarga yang terimbas autisme, ujar Stephen Blumberg, penulis utama laporan CDC tersebut.
Studi yang muncul dengan angka satu di antara 88 memiliki kekuarangan tersendiri. Studi ini fokus pada 14 negara bagian, hanya untuk anak-anak berusia delapan tahun, dan datanya berasal dari 2008. Angka-angka yang diperbarui berdasarkan catatan medis dan sekolah diperkirakan akan dirilis tahun depan.
“Kita telah menyepelekan bagaimana umumnya autisme,” ujar Michael Rosanoff dari kelompok advokasi Autism Speaks. Ia yakin angka itu setidaknya berkisar pada satu dalam 50.
Tidak ada tes darah atau biologis untuk autisme, jadi diagnosis bukanlah ilmu pasti. Kelainan ini diidentifikasi lewat penilaian atas perilaku seorang anak.
Para dokter telah melihat autisme pada usia yang makin dan makin muda, dan para ahli cederung meyakini bahwa sebagian besar diagnosis dibuat pada anak-anak usia delapan.
Namun, studi baru menemukan proporsi baru dari anak-anak yang didiagnosis pada usia di atas itu.
Dr. Roula Choueiri, seorang dokter anak spesialis perkembangan syaraf di pusat medis Tufts di Boston, mengatakan bahwa ia melihat hal itu sedang terjadi di kliniknya. Anak-anak itu “cenderung memiliki gejala yang ringan, yang mungkin telah mengalami penundaan dalam kemampuan berbicaranya, dan kesulitan dalam kehidupan sosial,” ujarnya. Namun mereka memiliki masalah lebih banyak karena tuntutan di sekolah meningkat dan situasi sosial menjadi lebih kompleks, tambahnya. (AP/Mike Stobbe)
Para pejabat bidang kesehatan mengatakan jumlah tersebut tidak berarti autisme terjadi lebih sering. Namun, hal ini menunjukkan bahwa para dokter lebih sering mendiagnosis autisme, terutama pada anak-anak dengan masalah yang lebih ringan.
Estimasi pemerintah sebelumnya menunjukkan jumlah satu dari 88 berasal dari sebuah studi yang oleh banyak pihak dianggap lebih detail. Studi tersebut mengacu pada catatan medis dan sekolah dibandingkan bergantung pada orangtua.
Selama berpuluh tahun, autisme berarti anak-anak dengan gangguan bahasa, intelektual dan sosial yang parah, serta perilaku yang tidak biasa dan berulang. Namun definisi tersebut berangsung-angsur berkembang dan sekarang mencakup kondisi-kondisi yang lebih ringan dan terkait.
Estimasi baru yang dirilis Rabu (20/3) oleh Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit (CDC) berarti setidaknya satu juta anak-anak memiliki autisme.
Angka itu penting karena pejabat pemerintah dapat melihat seberapa umum masing-masing penyakit atau gangguan ketika mempertimbangkan anggaran kesehatan publik. Namun angka itu juga kontroversial.
Data statistik baru itu berasal dari sebuah survei telepon nasional dari lebih dari 95.000 orangtua pada 2011 dan 2012. Kurang dari seperempat orangtua yang dikontak setuju menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan kelihatannya mereka yang memiliki anak autis lebih tertarik dibandingkan dengan para orangtua lain dalam berpartisipasi dalam sebuah survei mengenai kesehatan anak-anak, ujar para pejabat CDC.
Meski demikian, pihak CDC yakin survei tersebut memberikan gambaran yang valid mengenai bagaimana banyak keluarga yang terimbas autisme, ujar Stephen Blumberg, penulis utama laporan CDC tersebut.
Studi yang muncul dengan angka satu di antara 88 memiliki kekuarangan tersendiri. Studi ini fokus pada 14 negara bagian, hanya untuk anak-anak berusia delapan tahun, dan datanya berasal dari 2008. Angka-angka yang diperbarui berdasarkan catatan medis dan sekolah diperkirakan akan dirilis tahun depan.
“Kita telah menyepelekan bagaimana umumnya autisme,” ujar Michael Rosanoff dari kelompok advokasi Autism Speaks. Ia yakin angka itu setidaknya berkisar pada satu dalam 50.
Tidak ada tes darah atau biologis untuk autisme, jadi diagnosis bukanlah ilmu pasti. Kelainan ini diidentifikasi lewat penilaian atas perilaku seorang anak.
Para dokter telah melihat autisme pada usia yang makin dan makin muda, dan para ahli cederung meyakini bahwa sebagian besar diagnosis dibuat pada anak-anak usia delapan.
Namun, studi baru menemukan proporsi baru dari anak-anak yang didiagnosis pada usia di atas itu.
Dr. Roula Choueiri, seorang dokter anak spesialis perkembangan syaraf di pusat medis Tufts di Boston, mengatakan bahwa ia melihat hal itu sedang terjadi di kliniknya. Anak-anak itu “cenderung memiliki gejala yang ringan, yang mungkin telah mengalami penundaan dalam kemampuan berbicaranya, dan kesulitan dalam kehidupan sosial,” ujarnya. Namun mereka memiliki masalah lebih banyak karena tuntutan di sekolah meningkat dan situasi sosial menjadi lebih kompleks, tambahnya. (AP/Mike Stobbe)