Thailand Batalkan Rencana Perundingan Gencatan Senjata dengan Kamboja

  • Daniel Schearf

PM Thailand Abhisit Vejjajiva mengunjungi korban yang terluka di propinsi Surin, Thailand (27/4).

Thailand telah membatalkan rencana perundingan gencatan senjata dengan Kamboja, menepis harapan bagi penyelesaian pertempuran terburuk di perbatasan kedua negara yang disengketakan selama puluhan tahun. Masing-masing pihak menyalahkan satu sama lain atas pertempuran itu yang telah menewaskan 14 orang sejak hari Jum’at, termasuk seorang warga sipil.

Thailand pada hari Rabu secara tiba-tiba menarik diri dari rencana perundingan gencatan senjata dengan Kamboja, menepis harapan bagi diakhirinya pertempuran mematikan di perbatasan.

Menteri Pertahanan Thailand Prawit Wongsuwan seharusnya bertemu dengan Menhan Kamboja, Tea Banh, di Pnom Penh untuk merundingkan penyelesaian sengketa pasukan kedua negara selama seminggu ini.

Media Thailand melaporkan pernyataan dari juru bicara angkatan bersenjata yang mengatakan Thailand membatalkan perundingan itu setelah media Kamboja mengklaim kemenangan atas Thailand. Namun, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva mengatakan Menhan Prawit memiliki pertemuan lain di Tiongkok dan menyalahkan Kamboja karena tidak menciptakan iklim yang sehat untuk berunding.

Ia mengatakan Kamboja ingin berunding tetapi tidak menghentikan serangan sehingga sulit untuk berunding. Ia mengatakan Menhan Thailand harus berangkat ke Tiongkok untuk sebuah pertemuan yang telah dijadwalkan dan sekarang sedang ada disana. Ia mengatakan Thailand hendak berunding tetapi Kamboja harus menghentikan dulu serangannya.

PM Abhisit menyampaikan komentar tersebut, Rabu, kepada wartawan ketika mengunjungi mereka yang terluka di provinsi Surin di wilayah perbatasan. Pejabat Thailand mengatakan warga sipil Thailand pertama tewas dalam bentrokan terakhir ini.

Pada hari yang sama, PM Kamboja Hun Sen menyerukan lagi perundingan damai.

Kamboja mengatakan pasukan Thailand bertanggung jawab atas pertempuran yang menyebabkan puluhan ribu warga di kedua pihak mengungsi dari perbatasan.

Juru bicara Menlu Koy Kuong mengatakan wilayah perbatasan masih tegang karena pasukan Thailand terus menyerang Kamboja. Ia mengatakan Thailand harus menghormati perjanjian yang mengijinkan pengamat dari Indonesia di kirim ke perbatasan. “Mereka menolak kehadiran pengamat dari Indonesia di perbatasan. Mereka selalu menolaknya dan mereka mulai menyerang kami dan menuduh kami yang menyerang duluan," ujarnya

Sementara itu, Indonesia memprakarsai perjanjian untuk mengirim pengamat asal Indonesia untuk memulihkan perdamaian tetapi prosesnya macet karena penolakan dari militer Thailand.

Kamboja menghendaki dukungan internasional guna mengakhiri konflik, sementara Thailand menghendaki agar konflik diselesaikan antara kedua negara.

Pertempuran dimulai, Jumat lalu. ketika tentara Thailand dan Kamboja saling tembak di dekat kuil yang di sengketakan di perbatasan.

Bentrokan juga terjadi, Selasa, dekat sebuah kuil Hindu yang berumur 900 tahun yang di sebut Preah Vihear di Kamboja dan Phra Viharn di Thailand. Kedua negara bertempur di wilayah tersebut selama empat hari pada bulan Februari lalu yang menewaskan beberapa orang di kedua pihak. Tak jelas apa yang menyebabkan pertempuran tetapi masing-masing pihak menyalahkan pihak lainnya.

Perbatasan antara Kamboja dan Thailand tidak jelas dan keduanya mengklaim wilayah disekitar Candi. Politisi di kedua pihak dituduh telah menggunakan sengketa itu untuk menaikkan sentimen nasionalisme.