Traktat Perdagangan Senjata PBB Mulai Berlaku, Indonesia Abstain

Dalam foto tertanggal 2/4/2013 ini para delegasi PBB menyambut disahkannya traktat PBB mengenai perdagangan senjata konvensional di markas PBB New York.

Perjanjian penting mengatur perdagangan senjata global mulai berlaku Rabu (24/12), sebuah kemajuan yang disambut PBB dan para aktivis untuk mencegah penjualan senjata kepada diktator, teroris dan pelanggar HAM. Pada saat perjanjian tersebut disahkan hampir dua tahun lalu, Indonesia abstain.

Sekretaris-Jendral PBB Ban Ki-moon mengatakan perjanjian itu – yang mulai berlaku kurang dari dua tahun sejak disahkan oleh Majelis Umum PBB – mencerminkan komitmen negara, organisasi internasional dan masyarakat madani untuk “menghentikan penjualan senjata secara tidak bertanggungjawab.”

Perjanjian itu mewajibkan semua negara yang telah meratifikasinya untuk membentuk peraturan nasional yang mengawasi perdagangan senjata konvensional dan komponennya serta mengatur para makelar senjata. Perjanjian itu tidak mengatur penggunaan senjata secara domestik di sebuah negara.

Sejumlah 60 negara telah meratifikasi perjanjian itu dan 68 lainnya, termasuk Amerika, telah menandatanganinya.

Indonesia abstain dalam voting atas perjanjian itu karena ada ketentuan yang bertentangan dengan UU industri pertahanan. UU itu mengatakan Indonesia hanya boleh membeli senjata dari eksportir yang bisa menjamin tidak akan ada embargo berdasarkan situasi politik pada masa tertentu ataupun pembatasan tentang penggunaan senjata itu.

Berdasarkan perjanjian PBB itu, eksportir senjata bertanggungjawab mengkaji catatan HAM negara importir.

Eksportir senjata utama dunia seperti China dan Rusia juga abstain.