Pengunjung ke Amerika dari delapan negara akan menghadapi pembatasan baru berdasar perintah larangan berkunjung yang sudah direvisi dan ditandatangani Presiden Amerika Serikat Donald Trump hari Minggu (24/9).
Aturan baru itu mulai 18 Oktober akan berlaku bagi warga Chad, Iran, Libya, Korea Utara, Somalia, Suriah, Venezuela dan Yaman.
Pejabat-pejabat Amerika mengatakan negara-negara itu menolak berbagi informasi tentang terorisme dan masalah lain dengan Amerika.
Pengumuman Minggu malam itu disampaikan karena larangan sementara Trump sebelumnya terhadap pengunjung dari enam negara yang mayoritas penduduknya Muslim berakhir, 90 hari setelah diberlakukan. Perintah sebelumnya melarang warga Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman memasuki Amerika kecuali jika mereka memiliki "hubungan yang kredibel dengan seseorang atau entitas di Amerika."
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), organisasi hak-hak sipil dan advokasi Muslim terbesar di Amerika, mengatakan versi terbaru "larangan terhadap Muslim" itu, yang coba diperkenalkan Trump awal tahun ini adalah bagian dari "agenda buruk supremasi kulit putih" pemerintah.
Trump mengatakan dalam keputusan baru itu, sebagai presiden, ia harus bertindak guna melindungi keamanan dan kepentingan Amerika dan rakyatnya. Pembatasan itu, kata Trump, mengirim pesan kepada pemerintah asing bahwa mereka harus bekerja sama dengan Amerika untuk meningkatkan keamanan.
Larangan baru tidak lagi mencakup Sudan tetapi menambahkan Chad, Venezuela dan Korea Utara ke dalam daftar yang semula terdiri atas enam negara yang mayoritas penduduknya Muslim.
Amnesty International mengecam larangan baru tersebut. Sejak larangan terakhir "dilaksanakan 10 bulan lalu, kami melihat keluarga terpecah dan seluruh bangsa dikecam atas kejahatan yang dilakukan segelintir orang," ujar organisasi HAM itu dalam pernyataan hari Minggu.
Trump pekan lalu menyerukan larangan berkunjung yang "lebih tegas" setelah ledakan bom di kereta bawah tanah London.[ka]