Hampir tiga dari empat anak di seluruh dunia mengalami kekerasan setiap tahunnya. Hal tersebut sesuai dengan sebuah penelitian baru tentang anak-anak di negara kaya dan miskin.
Lebih lanjut laporan tersebut juga menegaskan bahwa kekerasan yang dialami anak terkait dengan kekerasan terhadap perempuan. Anak-anak yang menyaksikan kekerasan yang dialami ibunya cenderung menjadi korban atau pelaku kekerasan saat mereka dewasa.
Laporan yang berjudul Ending Violence in Childhood: Global Report 2017 atau Mengakhiri Kekerasan pada Anak: Laporan Global 2017 itu diterbitkan oleh Know Violence in Childhood, kelompok advokasi internasional yang berdiri tiga tahun lalu di India.
Penelitian ini menemukan kekerasan pada anak hampir universal, dan berdampak pada 1,7 miliar anak-anak selama setahun. Kekerasan yang dimaksud termasuk perisakan atau bullying atau perkelahian, pelecehan seksual, hukuman fisik di rumah dan sekolah dan kekerasan seksual.
Penelitian ini fokus pada kekerasan antara pelaku dan anak. Para peneliti tidak mengikutsertakan kekerasan dalam perang atau kejadian-kejadian lain. Dibutuhkan waktu lebih dari tiga tahun untuk mendokumentasikan skala kekerasan yang dialami jutaan anak di seluruh dunia.
Penelitian tersebut juga menjajaki strategi untuk mengakhiri kekerasan tersebut.
Rayma Subrahmanian, direktur eksekutif Know Violence in Childhood, mengatakan anak-anak terpapar hukuman emosional dan fisik bahkan sejak berumur 2 tahun.
Subrahmanian mengatakan kekerasan adalah perilaku yang dipelajari, berakar pada norma budaya yang dalam. Di beberapa masyarakat, pemukulan adalah bentuk disiplin.
Anak-anak yang juga korban kekerasan seringkali bukan hanya langsung merasakan akibat kekerasan, tapi juga mengalami masalah kesehatan fisik dan mental seumur hidupnya - antara lain ketakutan, gangguan stres akibat trauma, depresi atau gangguan keterikatan. Pada usia remaja, anak laki-laki lebih rentan terlibat dalam kasus pembunuhan dan bunuh diri. Anak perempuan lebih rentan mengalami kekerasan seksual.
Kekerasan di masa kanak-kanak juga menimbulkan dampak ekonomi bagi masyarakat. Know Violence in Childhood mengatakan bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan di rumah atau di sekolah cenderung tidak ingin pergi ke sekolah atau putus sekolah. Mereka cenderung tidak berhasil dalam kehidupan dan tidak mendapatkan pendidikan, kata peneliti. Selain itu, 8 persen GDP global dihabiskan setiap tahun untuk memperbaiki dampak negatif akibat kekerasan masa kecil, kata penelitian tersebut.
Meskipun pemerintah dapat menerapkan tindakan pencegahan, tetapi kebanyakan pemerintah gagal menangani akar penyebab kekerasan, kata penelitian tersebut. [aa/ww]