Uni Eropa dan Turki hari Jumat (18/3) mencapai kesepakatan bahwa semua pihak berharap akan meringankan krisis pengungsi terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II. Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu menyebut perjanjian itu "peristiwa penting." Perdana menteri mengatakan Jumat adalah "hari bersejarah" bagi Turki dan Uni Eropa.
Kesepakatan itu mulai berlaku hari Minggu (20/3). Semua migran yang secara ilegal masuk Yunani dari Suriah dan tempat lain - termasuk yang sudah berada di Turki - akan dikirim ke Turki setelah didaftar dan permintaan suaka mereka di Eropa dipertimbangkan.
Sebagai gantinya, ribuan pengungsi yang melarikan diri ke Turki dan secara hukum mencari suaka akan dimukimkan secara merata di 28 negara anggota Uni Eropa.
Turki sudah menampung hampir tiga juta pengungsi Suriah. Negara itu akan mendapat bantuan keuangan dari Uni Eropa karena menangani krisis pengungsi, ditambah pembicaraan yang dipercepat mengenai keanggotaan Turki dalam Uni Eropa dan bebas visa bagi warga Turki memasuki seluruh Uni Eropa.
Catatan HAM Turki tidak bagus dan sebagian organisasi HAM mengatakan rencana itu menggunakan orang, yang mencari perlindungan dari perang, kemiskinan, dan terorisme, sebagai pion politik. Badan pengungsi PBB mengatakan sangat penting bagi semua pihak menghormati hukum internasional dan Eropa.
Pemimpin Uni Eropa, bahkan yang menandatangani rencana itu, menyatakan tidak sepenuhnya senang atas rencana itu. Presiden Lithuania mengatakan usul itu "hukum internasional," dan mungkin sulit diterapkan. Perdana Menteri Belgia menuduh Turki melakukan pemerasan.
Tetapi Eropa selama berbulan-bulan ini kesulitan mengatasi krisis pengungsi terburuk dalam 70 tahun terakhir di benua itu dan tidak ada yang memberi solusi yang bisa disetujui semua pihak. Lebih dari 1,2 juta migran mendarat, terutama di pantai Yunani dan Italia, sejak Januari 2015 dan sekitar 4.000 pengungsi tenggelam ketika mencoba menyeberangi Laut Aegea antara Turki dan Yunani. Ribuan lainnya tenggelam di Laut Tengah yang berbahaya. Anak-anak juga menjadi korban.
Perdana Menteri Turki Davutoglu mengatakan, nasib pengungsi bukan soal tawar-menawar, melainkan isu nilai kemanusiaan dan nilai-nilai Eropa. [ka/al]