Warga Inggris Terpidana Hukuman Mati Diduga Cuci Uang

  • Muliarta

Lindsay June Sandiford, warga Inggris terpidana hukuman mati, pada salah satu sidang di Pengadilan Negeri Denpasar. (Foto: Dok)

Polisi Bali menduga warga Inggris yang dipidana hukuman mati karena menyelundupkan narkoba juga melakukan pencucian uang dengan jaringannya.
Lindsay June Sandiford, warga negara Inggris yang menjadi terpidana mati dalam kasus penyelundupan kokain seberat 4,7 Kg bersama jaringannya diduga tidak hanya melakukan bisnis narkoba di Bali tetapi juga melakukan kejahatan pencucian uang dari bisnis narkoba. Hal ini menyusul terungkapnya kepemilikan sebuah vila di kabupaten Tabanan Bali.

Kepala Badan Narkotika Provinsi Bali I Gusti Ketut Budiarta dalam keteranganya di Denpasar, Kamis (7/2), mengatakan kini sedang menyelidiki kemungkinan kejahatan pencucian uang yang dilakukan Lindsay bersama jaringanya. Apalagi tidak menutup kemungkinan keuntungan dari bisnis villa digunakan untuk berbisnis narkoba atau sebaliknya, ujar Budiarta.

Menurut Budiarta, Sandiford dan jaringannya sangat pintar dalam mengelola bisnisnya, yaitu dengan menggunakan masyarakat lokal sebagai karyawan

“Dia pintar menggunakan orang-orang lokal untuk mengoperasikan vilanya itu. Makanya jangan terlalu mudah percaya pada tamu atau orang asing, karena ia bisa memanfaatkan orang-orang lokal. Pokoknya dia sudah banyak dapat uang, dia beli lagi narkoba, edarkan lagi, untung lagi, disparitas harga kan tinggi, itu berapa kali lipat untungnya,” ujar Budiarta.

Direktur Narkotika Polda Bali Kombes Pol. Mulyadi. (VOA/Muliarta)

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati juga sempat mencurigai bahwa dana pembangunan beberapa hotel dan vila di Bali bersumber dari kejahatan pencucian uang sebab secara hitung-hitungan, bisnis nilai investasi pembangunan hotel dan villa baru di Bali tidak masuk akal.

“Kalau kita melihat nilai investasi dengan nilai jual yang ditawarkan, kelihatannya tidak masuk akal dari segi bisnis. Misalnya investasi puluhan miliar, kamar dihargai Rp 300 ribu, itu sangat tidak mungkin, bagaimana mereka memperhitungkan break event pointnya,” ujarnya.

Direktur Narkotika Kepolisian Daerah Bali Kombes Pol. Mulyadi mengungkapkan tingginya kebutuhan narkoba di Bali menyebabkan jaringan sindikat narkoba internasional menjadikan Bali sebagai salah satu pasar potensial. Selain itu dari segi keuntungan, harga narkotika di Bali jauh lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya, ujarnya.

“Shabu di New Delhi, India, satu kilogram harganya US$1,200 atau sekitar Rp 10 juta. Di sini satu kilogram bisa Rp 1,8 miliar. Jadi semuanya berlomba-loba masuk ke Bali,” ujar Mulyadi.

Sementara berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan nilai transaksi narkoba di Bali dalam satu tahun mencapai Rp 1 triliun.