Militer Israel, Rabu (8/11) mengatakan telah menewaskan seorang pembuat senjata utama Hamas. Sementara itu pasukan Israel melancarkan serangan udara dan darat di Gaza yang menarget kelompok itu.
Dengan pasukan Israel beroperasi di Kota Gaza, kata menteri pertahanan negara itu, semakin banyak warga sipil Palestina yang melarikan diri dari bagian utara Gaza ke arah selatan daerah kantong tersebut.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB memperkirakan 15 ribu orang mengungsi pada hari Selasa, tiga kali lipat jumlah mereka yang mengungsi sehari sebelumnya.
PBB memperingatkan tentang kepadatan di Gaza Selatan, dengan tempat-tempat penampungan “tak mampu mengakomodasi para pendatang baru.” Sekitar dua per tiga dari 2,3 juta warga Gaza mengungsi, menurut PBB, dan mereka menghadapi kondisi sanitasi yang memburuk serta kurangnya air dan bahan bakar.
Pengiriman bantuan telah mencapai Gaza melalui Mesir selama dua pekan ini, termasuk 81 truk pada hari Selasa. PBB mengatakan sebelum konflik dimulai, rata-rata ada 500 truk bantuan yang masuk ke Gaza setiap hari.
Israe meluncurkan ofensifnya sebagai tanggapan atas serangan 7 Oktober oleh militan Hamas di bagian selatan Israel yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, kebanyakan warga sipil. Hamas juga menangkap sekitar 240 orang sebagai sandera.
Kementerian Kesehatan di Gaza yang dijalankan oleh Hamas mengatakan serangan Israel telah menewaskan lebih dari 10.500 orang, dua per tiganya adalah perempuan dan anak-anak.
PBB mengatakan sekitar 600 warga negara asing dan mereka yang berkewarganegaraan ganda meninggalkan Gaza melalui pos perbatasan Mesir pada hari Selasa.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengatakan dalam pidato di video hari Rabu bahwa 40 warga negaranya telah menyeberang ke Mesir dan sedang dalam perjalanan kembali ke negara mereka.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy Rabu juga mengatakan gelombang pertama warga Ukraina yang mengungsi dari Gaza telah berada di Mesir dengan selamat. Ia mengatakan 43 warganya dapat meninggalkan Gaza, bersama-sama dengan 36 warga negara tetangga Ukraina, Moldova.
Sementara itu, para menteri luar negeri anggota kelompok tujuh negara industri terkemuka G7 mengeluarkan pernyataan bersama yang mendukung hak Israel untuk membela diri dan menyerukan jeda kemanusiaan dalam pertempuran agar bantuan kemanusiaan dapat mencapai warga sipil Palestina di Gaza.
“Semua pihak harus memungkinkan dukungan kemanusiaan tanpa hambatan bagi warga sipil, termasuk makanan, air, layanan kesehatan, bahan bakar dan tempat berlindung, dan akses bagi para pekerja kemanusiaan,” kata pernyataan itu. “Kami mendukung jeda dan koridor kemanusiaan untuk memfasilitasi bantuan yang sangat dibutuhkan, pergerakan sipil dan pembebasan sandera.”
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan seruan bagi gencatan senjata segera dalam konflik itu “memiliki kewajiban untuk menjelaskan bagaimana menangani hasil yang tidak dapat diterima yang kemungkinan akan terjadi: Hamas tetap tinggal dengan 200 lebih sandera, dengan kemampuan dan niat yang dikemukakan untuk mengulangi peristiwa 7 Oktober lagi dan lagi dan lagi.”
Ia juga membeberkan beberapa unsur yang diyakini AS sebagai kunci bagi perdamaian dan keamanan abadi di kawasan tersebut, termasuk tidak ada pengungsian paksa warga Palestina dari Gaza, tidak membiarkan Gaza dijadikan sumber serangan, tidak ada pendudukan kembali wilayah Gaza oleh Israel setelah konflik, tidak ada upaya memblokade Gaza, dan memastikan tidak ada lagi ancaman teror yang berasal dari Tepi Barat. [uh/ab]