Para aktivis Suriah mengatakan, warga di berbagai kota dan desa yang memberontak di seluruh pelosok negara itu secara umum memboikot pemilu parlemen hari ini.
Pemilu parlemen yang digelar pemerintah Suriah hari Senin (7/5), disebut kelompok oposisi utama Suriah sebagai sebuah sandiwara.
Para aktivis itu mengatakan jalan raya kosong dan toko-toko tutup di pusat kota Hama dan sejumlah kubu oposisi lainnya, di mana warga mengadakan pemogokan umum untuk memprotes pemilu hari Senin.
Pemilu itu adalah upaya terbaru pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk menunjukkan reformasi demokrasi sudah dimulai di negara yang diperintah keluarganya sejak tahun 1970an. TV pemerintah Suriah menayangkan pemilih memberi suara di ibukota, Damaskus, dan tempat-tempat lain bagi lebih 7.000 calon yang memperebutkan 250 kursi parlemen. Media pemerintah kemudian mengatakan pemilu berjalan “normal dan tenang” dan jumlah pemilih tinggi.
Berbagai kelompok oposisi utama Suriah didalam dan luar negeri mengatakan pemilu itu tidak memiliki kredibilitas karena pemerintah Assad melanjutkan penumpasan mematikan atas pergolakan selama 14 bulan. Seorang aktivis warga Kurdi di Suriah di propinsi Hasaka, Fuad Alico, memberitahu VOA bahwa sebagian besar komunitasnya memboikot pemilu. Ia menyebut pemilu itu “proses palsu.”
Kelompok HAM Suriah yang berbasis di Inggris mengatakan tentara pemerintah menewaskan sedikitnya enam warga sipil dalam berbagai serangan di seluruh negara itu hari Senin.
Dalam insiden terparah, kelompok HAM itu mengatakan pasukan pemerintah menewaskan tiga orang dalam serangan fajar di propinsi Deir el-Zour. Jumlah korban tewas tidak bisa dikukuhkan secara independen.
Pemerintah dan pasukan pemberontak Suriah saling melakukan berbagai serangan tiap hari meskipun gencatan senjata yang didukung PBB sudah diberlakukan bulan lalu.
Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mengatakan kekerasan yang berlanjut di Suriah “benar-benar tidak bisa diterima dan ditolerir”. Berbicara di Washington hari Senin, ia mengatakan prioritas badan dunia itu adalah untuk menggelar sepenuhnya 300 anggota misi pemantau ke Suriah untuk menyelamatkan gencatan senjata. Sejauh ini, hanya sekitar 70 personil PBB telah dikirim ke Suriah.
Dalam pernyataan terpisah lewat kantornya, Ban juga mengecam pemilu parlementer itu karena tidak diselenggarakan berdasarkan kondisi yang bisa membawa Suriah menuju “masa depan demokratik yang sejati.” Ia mengulangi imbauannya kepada semua pihak supaya menghentikan kekerasan.
Jurubicara Departemen Luar Negeri Amerika Mark Toner mengatakan “hampir menggelikan” bagi Suriah mengadakan pemilu dalam suasana di mana pemerintah melanjutkan “serangan harian atas warganya sendiri,” ujar Toner.
Para aktivis itu mengatakan jalan raya kosong dan toko-toko tutup di pusat kota Hama dan sejumlah kubu oposisi lainnya, di mana warga mengadakan pemogokan umum untuk memprotes pemilu hari Senin.
Pemilu itu adalah upaya terbaru pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk menunjukkan reformasi demokrasi sudah dimulai di negara yang diperintah keluarganya sejak tahun 1970an. TV pemerintah Suriah menayangkan pemilih memberi suara di ibukota, Damaskus, dan tempat-tempat lain bagi lebih 7.000 calon yang memperebutkan 250 kursi parlemen. Media pemerintah kemudian mengatakan pemilu berjalan “normal dan tenang” dan jumlah pemilih tinggi.
Berbagai kelompok oposisi utama Suriah didalam dan luar negeri mengatakan pemilu itu tidak memiliki kredibilitas karena pemerintah Assad melanjutkan penumpasan mematikan atas pergolakan selama 14 bulan. Seorang aktivis warga Kurdi di Suriah di propinsi Hasaka, Fuad Alico, memberitahu VOA bahwa sebagian besar komunitasnya memboikot pemilu. Ia menyebut pemilu itu “proses palsu.”
Kelompok HAM Suriah yang berbasis di Inggris mengatakan tentara pemerintah menewaskan sedikitnya enam warga sipil dalam berbagai serangan di seluruh negara itu hari Senin.
Dalam insiden terparah, kelompok HAM itu mengatakan pasukan pemerintah menewaskan tiga orang dalam serangan fajar di propinsi Deir el-Zour. Jumlah korban tewas tidak bisa dikukuhkan secara independen.
Pemerintah dan pasukan pemberontak Suriah saling melakukan berbagai serangan tiap hari meskipun gencatan senjata yang didukung PBB sudah diberlakukan bulan lalu.
Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mengatakan kekerasan yang berlanjut di Suriah “benar-benar tidak bisa diterima dan ditolerir”. Berbicara di Washington hari Senin, ia mengatakan prioritas badan dunia itu adalah untuk menggelar sepenuhnya 300 anggota misi pemantau ke Suriah untuk menyelamatkan gencatan senjata. Sejauh ini, hanya sekitar 70 personil PBB telah dikirim ke Suriah.
Dalam pernyataan terpisah lewat kantornya, Ban juga mengecam pemilu parlementer itu karena tidak diselenggarakan berdasarkan kondisi yang bisa membawa Suriah menuju “masa depan demokratik yang sejati.” Ia mengulangi imbauannya kepada semua pihak supaya menghentikan kekerasan.
Jurubicara Departemen Luar Negeri Amerika Mark Toner mengatakan “hampir menggelikan” bagi Suriah mengadakan pemilu dalam suasana di mana pemerintah melanjutkan “serangan harian atas warganya sendiri,” ujar Toner.