Kenaikan jumlah kasus infeksi pernafasan MERS yang fatal di Arab Saudi mengkhawatirkan WHO, tetapi pihak berwenang di Saudi menyediakan hanya sedikit langkah pencegahan terhadap virus MERS.
Arab Saudi hari Kamis (24/4) mengumumkan dua lagi korban tewas terkait MERS atau Sindrom Pernafasan Timur Tengah dan dua kasus infeksi baru, sehari setelah Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memperingatkan lagi tentang lonjakan drastis jumlah korban dalam beberapa hari ini.
Para menteri kesehatan dari Arab Saudi hingga Mesir berusaha untuk tidak membesar-besarkan ancaman MERS itu. Virus itu, yang mengakibatkan kematian pada sekitar sepertiga pengidapnya, pertama kali muncul di Arab Saudi dua tahun lalu. Para pejabat Saudi melaporkan hampir 300 orang telah menderita penyakit yang gejalanya mirip pneumonia itu. Lebih 50 dari kasus-kasus itu dilaporkan dalam seminggu ini.
Pihak berwenang regional mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan atau pemberlakuan langkah-langkah pencegahan seperti pembatasan perjalanan.
Dokter Amr Kandeel, kepala urusan pencegahan pada Kementerian Kesehatan Mesir, mengatakan kantornya telah memasang unit-unit pemeriksaan diseluruh pelosok negara itu untuk mengetes dugaan penderita MERS.
“Jumlah total sampel yang diperiksa dari manusia ada sekitar 8.500 kasus, dan semuanya terbukti negatif mengidap virus itu,” kata Kandeel.
Tetapi Kandeel mengatakan wabah MERS masih mungkin merebak mengingat tingginya aktivitas perjalanan oleh warga Mesir ke berbagai tempat keagamaan di Arab Saudi dan para buruh diseluruh kawasan itu.
Ia juga menyebutkan virus tersebut terdapat dalam sejumlah unta di Mesir.
Penyakit itu, yang diyakini telah berpindah dari unta ke manusia, pertama kali tampaknya menular lewat kontak yang dekat dengan hewan-hewan itu. Tetapi akhir-akhir ini, para petugas kesehatan yang merawat penderita MERS juga jatuh sakit akibat virus itu.
Sejumlah kasus penularan antar manusia juga menyebar ke kawasan-kawasan lain di Teluk Arab, bahkan hingga Eropa dan Malaysia sehingga memicu kekhawatiran virus itu mungkin telah bermutasi.
Kurangnya urgensi dalam pencegahan mungkin disebabkan kejenuhan akibat berbagai kegemparan sebelumnya terkait virus – termasuk flu burung – yang ternyata tidak separah prediksi bahwa virus-virus itu bisa bermutasi menjadi bentuk yang lebih mudah menular.
Masih banyak yang belum diketahui tentang virus MERS itu. Awal minggu ini Menteri Kesehatan Arab Saudi Abdullah bin Abdulaziz al-Rabia mengakui hal itu meskipun tetap menganggap tidak perlu langkah pencegahan yang agresif.
Sehari kemudian, menteri itu dipecat tanpa alasan jelas. Tetapi dengan jutaan orang yang akan mengunjungi Arab Saudi dalam bulan-bulan mendatang – Ramadan bulan Juli dan musim haji bulan Oktober – pemecatan menteri itu mungkin pertanda ancaman MERS mulai ditanggapi secara lebih serius.
Para menteri kesehatan dari Arab Saudi hingga Mesir berusaha untuk tidak membesar-besarkan ancaman MERS itu. Virus itu, yang mengakibatkan kematian pada sekitar sepertiga pengidapnya, pertama kali muncul di Arab Saudi dua tahun lalu. Para pejabat Saudi melaporkan hampir 300 orang telah menderita penyakit yang gejalanya mirip pneumonia itu. Lebih 50 dari kasus-kasus itu dilaporkan dalam seminggu ini.
Pihak berwenang regional mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan atau pemberlakuan langkah-langkah pencegahan seperti pembatasan perjalanan.
Dokter Amr Kandeel, kepala urusan pencegahan pada Kementerian Kesehatan Mesir, mengatakan kantornya telah memasang unit-unit pemeriksaan diseluruh pelosok negara itu untuk mengetes dugaan penderita MERS.
“Jumlah total sampel yang diperiksa dari manusia ada sekitar 8.500 kasus, dan semuanya terbukti negatif mengidap virus itu,” kata Kandeel.
Tetapi Kandeel mengatakan wabah MERS masih mungkin merebak mengingat tingginya aktivitas perjalanan oleh warga Mesir ke berbagai tempat keagamaan di Arab Saudi dan para buruh diseluruh kawasan itu.
Ia juga menyebutkan virus tersebut terdapat dalam sejumlah unta di Mesir.
Penyakit itu, yang diyakini telah berpindah dari unta ke manusia, pertama kali tampaknya menular lewat kontak yang dekat dengan hewan-hewan itu. Tetapi akhir-akhir ini, para petugas kesehatan yang merawat penderita MERS juga jatuh sakit akibat virus itu.
Sejumlah kasus penularan antar manusia juga menyebar ke kawasan-kawasan lain di Teluk Arab, bahkan hingga Eropa dan Malaysia sehingga memicu kekhawatiran virus itu mungkin telah bermutasi.
Kurangnya urgensi dalam pencegahan mungkin disebabkan kejenuhan akibat berbagai kegemparan sebelumnya terkait virus – termasuk flu burung – yang ternyata tidak separah prediksi bahwa virus-virus itu bisa bermutasi menjadi bentuk yang lebih mudah menular.
Masih banyak yang belum diketahui tentang virus MERS itu. Awal minggu ini Menteri Kesehatan Arab Saudi Abdullah bin Abdulaziz al-Rabia mengakui hal itu meskipun tetap menganggap tidak perlu langkah pencegahan yang agresif.
Sehari kemudian, menteri itu dipecat tanpa alasan jelas. Tetapi dengan jutaan orang yang akan mengunjungi Arab Saudi dalam bulan-bulan mendatang – Ramadan bulan Juli dan musim haji bulan Oktober – pemecatan menteri itu mungkin pertanda ancaman MERS mulai ditanggapi secara lebih serius.