Petugas PBB yang tidak diizinkan masuk ke Venezuela mendasarkan temuan awal mereka dari bukti yang dikumpulkan dari wawancara dengan 135 saksi di Panama dan Swiss. Temuan menunjukkan adanya pola menggelisahkan dalam pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penggerebekan rumah dengan kekerasan dan perlakuan tidak senonoh terhadap mereka yang ditahan.
Menurut temuan, hampir 2.000 pemrotes yang luka-luka atau cedera dan lebih dari 5.000 ditahan sewenang-wenang. Dari jumlah itu lebih dari 1000 masih ditahan. Juru bicara Komisariat, Ravina Shamdasani menjelaskan ada bukti yang dipercaya bahwa sebagian dari yang ditahan mengalami siksaan.
"Cara penyiksaan termasuk sengatan listrik, dipukul dengan helem dan pentung sementara diborgol, digantung dari pergelangan tangan dalam waktu lama, dicekik dengan gas disertai ancaman akan dibunuh, dan dalam beberapa kasus ancaman kekerasan seksual terhadap yang ditahan dan keluarga mereka," ujar Shamdasani.
Shamdasani menambahkan, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Zeid Ra-ad Al-Hussein mengatakan, semua pelanggaran terjadi akibat runtuhnya penegakan hukum pada tingkat tertinggi pemerintahan.
Perlu dilakukan penyelidikan yang semestinya terhadap semua pelanggaran itu, kata Shamdasani.
Komisariat mengatakan, aparat keamanan kabarnya juga menggunakan kekerasan yang mematikan terhadap demonstran. Kajian PBB atas temuan itu menyatakan aparat keamanan Venezuela bertanggungjawab atas sedikitnya 46 dari 124 kematian yang sedang diselidiki oleh Kejaksaan Agung. Komisariat berencana mengeluarkan laporan yang lebih lengkap akhir bulan ini.
Temuan awal itu diperoleh beberapa hari setelah Majelis Konstitusi yang kontroversial dilantik. Majelis yang beranggota lebih dari dari 500 ditugasi menyusun Konstitusi baru selain mempunyai wewenang memberhentikan karyawan pemerintah.
Oposisi mengatakan Majelis penuh dengan pendukung Presiden Nicolas Maduro termasuk istri dan putranya. Oposisi menduga Majelis akan berusaha membubarkan Parlemen yang didominasi oposisi dan mengobah pemerintahan menjadi kediktatoran sosialis.
Direktur HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein mengatakan pelanggaran-pelanggaran itu terjadi di tengah-tengah hancurnya supremasi hukum di Venezuela. Ia menambahkan, tanggung jawab atas pelanggaran HAM yang mereka catat itu terletak pada pejabat-pejabat tertinggi pemerintahan.
Temuan kantor HAM itu didasarkan pada 135 wawancara yang dilakukan antara bulan Juni dan Juli dengan para korban dan keluarga mereka, saksi-saksi mata, jurnalis dan lain-lainnya. [uh/al]