Penderitaan etnis minoritas Muslim Uighur kembali menarik sorotan luas masyarakat internasional setelah pesohor sepak bola muslim yang bermain untuk klub Liga Primer Inggris, Arsenal, Mesut Ozil, menulis komentar keras di akun Twitternya Sabtu pekan lalu. Dia menyesalkan sekaligus mengkritik negara-negara muslim yang tiudak bersuara lantang membela kaum mendiami Provinsi Xinjiang, China, tersebut.
Cuitan Ozil ini langsung mendapat respon umat Islam sejagat. Sejumlah demonstrasi berlangsung tapi hal itu belum berlaku di negara-negara muslim, termasuk Indonesia. Namun Organisasi Konferensi Islam (OKI) juga masih bungkam.
Dalam sebuah diskusi mengenai penderitaan etnis Uighur di Jakarta akhir pekan ini, peneliti di Amnesty International Indonesia Papang Hidayat menegaskan selama ini tidak ada negara anggota OKI yang aktif mengkampanyekan tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis Uighur. Dia menduga hal ini terjadi karena pengaruh China yang sangat besar di negara-negara muslim atas nama kerjasama ekonomi. Selain itu, banyak negara muslim yang belum terlalu ramah terhadap masalah HAM.
Berbeda dengan isu Uighur, Indonesia getol dan bersuara lantang membela kepentingan Palestina dan Rohingya di berbagai forum regional dan internasional, bahkan dalam pertemuan bilateral.
Pada Juli lalu, lanjut Papang, 22 negara yang kebanyakan negara Eropa, mendesak Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki pelanggaran HAM yang dialami etnis Uighur di Xinjiang. Dia meminta pemerintah Indonesia yang akan menjadi anggota Dewan HAM mulai Januari tahun depan mendukung resolusi yang diajukan 22 negara tersebut.
"Kita (Amnesty International) juga mendesak pemerintah Indonesia untuk bersikap lebih keras seperti kurang lebih setara dengan sikap mereka terhadap isu pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah okupasi (pendudukan) Israel terhadap Palestina. Yang kedua, sikap mereka yang cukup keras adalah terhadap masalah pelanggaran HAM yang dialami oleh muslim Rohingya di Myanmar," kata Papang.
Papang Hidayat menambahkan Amnesty meminta pemerintah Indonesia tidak langsung mendeportasi orang-orang Uighur yang datang meminta suaka kecuali mereka pelaku kejahatan. Sebab sangat dikhawatir mereka akan menjadi korban penangkapan dan penahanan secara rahasia dan mendapat siksaan.
Amnesty: Terjadi Berbagai Pelanggaran HAM Sistematis terhadap Muslim Uighur
Menurut Papang, berdasarkan hasil penelitian Amnesty, terjadi berbagai jenis pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis terhadap kaum Uighur. Amnesty lanjutnya menempatkan nasib buruk kaum Uighur sebagai pelanggaran hak asasi manusia terbesar ketiga di dunia setelah bangsa Palestina dan etnis minoritas muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Lebih lanjut Papang menjelaskan Amnesty memperoleh dokumen-dokumen yang menunjukkan sekitar satu juta orang, sebagian besar etnis Uighur ditahan pemerintah China di kam-kamp rahasia, dan dan tidak dapat diakses oleh keluarga mereka. Para tahanan ini dianggap sebagai orang-orang yang berbahaya terhadap keamanan dan kedaulatan China karena terlibat terorisme.
Pemerintah China mengklaim orang-orang Uighur ini menjalani proses reedukasi, namun Amnesty menyebut sebagai proses cuci otak. Mereka juga diperlakukan secara buruk. Di samping itu, China juga melanggar kebebasan berekspresi dan beragama buat kaum Uighur.
Ramadan tahun ini, lanjutnya, Amnesty International menyajikan laporan mengenai banyak orang Uighur tidak bisa berpuasa Ramadan. Semua anggota partai Komunis China juga dilarang berpuasa, banyak masjid ditutup, orang Uighur berjenggot ditahan.
Amnesty kata Papang sudah berkali-kali melakukan advokasi mengenai isu Uighur kepada pemerintah dan masyaraat Indonesia tapi tidak mendapat tanggapan serius.
DPR Desak Pemerintah Ambil Sikap terhadap Uighur
Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen Mardani Ali Sera menegaskan kewajiban bagi pemerintah, parlemen, dan rakyat Indonesia untuk membela minoritas muslim Uighur dan etnis minorita tertindas lainnya adalah amanat dari pembukaan Undang-undang dasar 1945, yakni: "Kemerdekaan itu hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
Karena itu, dia mendesak pemerintah lebih akurat mengambil sikap buat membela nasib Muslim Uighur yang menjadi korban pelanggaran HAM dilakukan China.
"(Pemerintah) tidak perlu takut terhadap kekuatan ekonomi China karena kita negara berdaulat dan berdasarkan hukum atau konstitusi, kasus ini (pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur) seperti kasus Palestina, Myanmar, dan lain-lain, kita punya hak untuk bertanya, mendapatkan jawaban dan mendapatkan tindak lanjut lebih jauh dari pihak-pihak bersangkutan," ujar Mardani, politikus dari Partai Keadilan Sejahtera.
Mardani Ali Sera menambahkan penting bagi tokoh masyarakat atau figur publik untuk menyuarakan kebenaran disertai fakta-fakta.
Sementara Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia Muhyiddin Junaidi mengusulkan agar Indonesia menjadi tuan rumah konferensi diaspora Uighur untuk membahas persoalan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur oleh pemerintah China. (fw/em)