Korban kerja paksa dan perdagangan orang yang dialami awak kapal asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera China terus bertambah. Dalam kasus terbaru, menurut laporan Fisher Center Bitung pada 5 Juni 2020, dua awak kapal Indonesia bernama Reynalfi dan Andri Juniansyah melompat dari atas kapal ikan China, Lu Qian Yuan Yu 901 saat kapal itu tengah berlayar di Selat Malaka.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohamad Abdi Suhufan kepada VOA, Senin (8/6) mengatakan pengalaman buruk yang dialami Reynalfi dan Andri Juniansyah adalah hasil dari perekrutan oleh agen yang ilegal. Keduanya tadinya dijanjikan bekerja di sebuah pabrik di Korea Selatan, tapi nyatanya mereka ditipu.
Reynalfi dan Andri direkrut oleh PT Duta Putra Group, berkantor di Bekasi, Jawa Barat, melalui agen atau sponsor penyalur bernama Syafruddin. Keduanya dijanjikan akan memperoleh gaji Rp 25 juta sebulan. Namun untuk bisa diberangkatkan ke Korea Selatan, Reynalfi dan Andri masing-masing membayar Rp 40 dan Rp 45 juta sebagai biaya perekrutan.
Mereka diterbangkan dari Jakarta ke Singapura, dan dengan alasan menunggu jadwal keberangkatan ke Korea Selatan, Reynalfi dan Andri disuruh ikut kapal ikan Lu Qian Yuan Yu 901 berbendera China yang kemudian menangkap ikan di perairan India. Selain Reynalfi dan Andri, juga ada sepuluh awak kapal dari Indonesia.
Selama bekerja, ke-12 awak kapal asal Indonesia tersebut sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari awak kapal asal China dan nahkoda kapal. "Mereka diintimidasi, mendapat kekerasan fisik dan lain-lain. Akhirnya mereka nggak betah. Lima bulan bekerja, gajinya nggak ditransfer juga. Akhirnya pada saat kapal melintas di Selat Malaka, mereka memutuskan untuk meloncat. Mereka mengajak temannya yang sepuluh tapi yang sepuluhnya nggak mau," kata Abdi Suhufan.
Keduanya mengapung hingga terbawa ke perairan Tanjung Balai Karimun di Kepulauan Riau. Kapal nelayan kebetulan lewat akhirnya menyelamatkan Reynalfi dan Andri.
Bareskrim Mabes Polri Telah Kontak Kepolisian Singapura
Abdi Suhufan menambahkan pihaknya sedang mencari tahu apakah kapal Lu Qian Yuan Yu 901 masih berada di perairan Singapura atau sudah melanjutkan pelayaran ke China. Pihaknya juga sudah menghubungi Direktorat Tindak Pidana Umum di Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk melaporkan kasus tersebut dan meminta mereka menghubungi Kepolisian Singapura.
Menurutnya, Badan Reserse dan Kriminal Polri sudah mengambil alih penyelidikan atas kasus yang menimpa Reynalfi dan Andri. Keduanya juga sudah dijemput oleh personel dari Polri. Dia mendapat kabar perusahaan yang mengirim Reynalfi dan Andri telah tutup beberapa bulan lalu.
Abdi Suhufan menjelaskan data dari DFW Indonesia menunjukkan dari November 2019 sampai Juni 2020 terdapat 31 awak kapal Indonesia bekerja di kapal ikan China menjadi korban perbudakan sekaligus perdagangan orang. Dari jumlah tersebut, tujuh orang meninggal, tiga orang hilang, dan sisanya selamat.
Dua dari tiga orang yang hilang itu pada April lalu meloncat dari atas kapal ikan China ke perairan Selat Malaka. Hingga kini nasibnya tidak diketahui.
Pemerintah Daerah Diminta Awasi Ketat Perusahaan Pengirim Tenaga Kerja ke Luar Negeri
Untuk menekan pengiriman pekerja migran ke luar negeri, Abdi Suhufan mendesak pemerintah daerah untuk mengawasi secara ketat perusahan-perusahaan yang terindikasi mengirim tenaga kerja ke luar negeri tanpa melalui prosedur resmi. Selain itu, harus dikenakan sanksi hukum yang berat terhadap para pelaku perdagangan manusia.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polri untuk menyelidiki kasus yang menimpa Reynalfi dan Andri.
Judha belum bisa memastikan kebenaran informasi yang menyebut masih ada sepuluh awak kapal asal Indonesia di kapal ikan Lu Qian Yuan Yu 901 berbendera China.
"Kita kan sedang melakukan pendalaman terhadap dua orang ini (Reynalfi dan Andri). Kita sedang minta konfirmasinya. Saya belum bisa memberikan jawaban karena ini masih dugaan. Kita dalami dulu. Nanti kita tindak lanjuti dari hasil penyelidikan kita," ujar Judha.
Judha menekankan dalam beberapa kasus sebelumnya pemerintah sudah menyampaikan nota diplomatik kepada pemerintah China. Isinya meminta penyelidikan hingga tuntas terhadap kasus-kasus awak kapal asal Indonesia yang menjadi korban perbudakan sekaligus perdagangan orang. [fw/em]