Organisasi-organisasi HAM internasional mendesak pasukan Ethiopia untuk memprioritaskan keselamatan warga sipil di kawasan Tigray sementara tenggat yang ditetapkan pemerintah bagi pasukan regional untuk menyerah semakin dekat.
Dewan Keamanan PBB diperkirakan akan mengadakan pertemuan pertamanya hari Selasa mengenai situasi di sana, sementara keprihatinan internasional mengenai konflik tersebut membesar.
PM Abiy Ahmed telah memberi waktu Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) hingga Rabu (25/11) untuk menyerah atau menghadapi serangan militer terhadap kota Mekele.
Militer Ethiopia hari Senin (23/11) menyatakan telah mengepung Mekele pada jarak sekitar 50 kilometer. Pemimpin TPLF Debretsion Gebremichael membantah hal tersebut dan mengatakan militer sedang berusaha menutup-nutupi kekalahan. Penutupan komunikasi telah mempersulit verifikasi informasi selama pertempuran tiga pekan.
Pemerintah pusat meluncurkan operasinya setelah menuduh TPLF menyerbu sebuah markas militer. Sengketa mengenai pemilu, dengan Abiy yang menunda pemungutan suara karena pandemi virus corona dan kawasan Tigray yang terus melakukan pemungutan suaranya sendiri, menambah ketegangan. Konflik itu telah menewaskan ratusan orang.
“Sementara pasukan federal Ethiopia memulai persiapan untuk mengepung Mekele, Amnesty International mengingatkan semua pihak bahwa sengaja menyerang warga sipil dan objek-objek sipil dilarang di bawah hukum kemanusiaan internasional, dan dianggap kejahatan perang,” kata Deprose Muchena, Direktur Amnesty International untuk kawasan Afrika Timur dan Selatan dalam suatu pernyataan hari Senin (23/11).
PBB, Senin (23/11) juga menyatakan bahwa lebih dari 30 ribu orang telah melarikan diri dari Tigray ke negara tetangganya, Sudan, dan mengulangi seruan untuk menjaga keselamatan warga sipil. Berbagai kantor berita mengutip sumber-sumber diplomatik di New York yang menyatakan bahwa Dewan Keamanan akan melakukan diskusi informal pada hari Selasa, suatu indikasi kian besarnya keprihatinan internasional mengenai konflik di sana.
“Rekan-rekan kami dari berbagai organisasi kemanusiaan juga menekankan bahwa penting sekali bagi semua pihak dalam konflik untuk memungkinkan pergerakan bebas dan aman bagi orang-orang yang mencari keselamatan dan bantuan, termasuk melintasi perbatasan internasional dan di dalam negeri, terlepas dari identitas etnik mereka,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam pengarahan harian. [uh/ab]