Tautan-tautan Akses

WHO: Gaza Terputus dari Makanan, Air, dan 'Semua Penyangga Kehidupan'


Seorang perempuan Palestina yang terluka, menggendong putranya yang juga mengalami luka-luka, dalam pemboman Israel di Jalur Gaza, menunggu perawatan di rumah sakit di Deir al Balah, Jalu Gaza, Jumat 8 Desember 2023.
Seorang perempuan Palestina yang terluka, menggendong putranya yang juga mengalami luka-luka, dalam pemboman Israel di Jalur Gaza, menunggu perawatan di rumah sakit di Deir al Balah, Jalu Gaza, Jumat 8 Desember 2023.

Ketika kampanye pengeboman Israel terhadap Hamas di Gaza memakan banyak korban jiwa dan semakin langkanya barang-barang kebutuhan pokok untuk bertahan hidup, tuntutan internasional untuk menghentikan pertempuran di wilayah Palestina yang terkepung semakin menggema.

Sudah dua bulan berlalu sejak serangan terhadap Israel oleh kelompok militan Palestina Hamas 7 Oktober, menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel dan warga negara asing, sebagian besar warga sipil, di antaranya ratusan anak muda yang dibantai saat menghadiri festival musik.

Sudah dua bulan sejak lebih dari 240 sandera diculik dan dibawa ke Gaza, di mana mereka dilaporkan menderita dalam kondisi yang sangat buruk.

“Namun sudah hampir dua bulan sejak dimulainya kampanye Israel, tidak hanya untuk membela diri melawan Hamas dan kelompok bersenjata, tetapi juga (serangan) terhadap seluruh penduduk Gaza,” kata Christian Lindmeier, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia, dalam pernyataan yang sangat blak-blakan.

Berbicara pada hari Jumat (8/12) di Jenewa, Lindmeier menuduh Israel melakukan “kampanye terhadap warga sipil yang tidak bersalah – perempuan, anak-anak dan laki-laki yang telah menjadi sasaran sejak dua bulan terakhir.”

“Hal ini memutus jalur Gaza dari air, makanan, dan apa pun yang diperlukan (warga Gaza) untuk hidup,” katanya, seraya mencatat bahwa kondisi jutaan orang yang terpaksa mengungsi ke wilayah yang semakin kecil dan penuh sesak di wilayah selatan, di tempat yang dulunya merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya. yang disebut zona aman, menjadi “semakin hari semakin mengerikan”.

Israel menyatakan bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk memfokuskan serangannya hanya pada sasaran sah Hamas, namun kelompok tersebut sengaja menempatkan aset militer dan administratifnya di tengah penduduk sipil, yang secara efektif menggunakan orang-orang tersebut sebagai tameng manusia.

Lindmeier mengatakan staf WHO di Gaza menggambarkan skenario mengerikan di mana anak-anak mengemis dan menangis meminta air.

“Kita berada pada tingkat di mana sebagian besar pasokan normal dan dasar tidak tersedia lagi (di Gaza),” katanya.

Juru bicara WHO mencatat bahwa masyarakat di Gaza menerima kurang dari dua liter air per hari, bukan tujuh liter per orang per hari yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

“Dan itu adalah air untuk segala (keperluan), bukan hanya untuk minum,” katanya.

“Kami juga mempunyai skenario yang menggambarkan orang-orang mulai menebang tiang telepon untuk mendapatkan sedikit kayu bakar agar tetap hangat, dan mungkin memasak jika mereka punya sesuatu,” katanya.

“Jadi, kita berada pada tingkat di mana peradaban (kehidupan di Gaza) akan segera ambruk.”

Sejak gencatan senjata sementara berakhir dan Israel melanjutkan kampanye pengeboman pada 1 Desember, badan-badan kemanusiaan PBB melaporkan lebih dari 2.000 warga Palestina telah terbunuh, sehingga jumlah total kematian setidaknya mencapai 17.000 orang.

Mereka melaporkan 70 persen korbannya adalah perempuan dan anak-anak, dan setidaknya 7.200 di antaranya adalah anak-anak.

Mengomentari situasi di Gaza pada hari Kamis, Koordinator Bantuan PBB Martin Griffiths berkata, “Cukup sudah. Pertempuran harus dihentikan."

“Sistem kemanusiaan berada di ambang kehancuran. Kita harus menghindari kehancuran seperti itu dengan cara apa pun,” katanya.

UNRWA, badan bantuan dan kerja PBB untuk pengungsi Palestina, memperingatkan bahwa konflik tersebut merupakan ancaman yang sangat nyata terhadap perdamaian dan keamanan internasional serta kehidupan hampir seluruh penduduk di Gaza.

Dalam surat yang dikirim pada hari Kamis kepada presiden Majelis Umum PBB, Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan kemampuan badannya untuk terus melaksanakan mandatnya di Gaza “kini menjadi sangat terbatas.”

“Dengan pengeboman yang terus-menerus, aliran makanan dan pasokan kemanusiaan lainnya yang rendah dan tidak teratur ke Jalur Gaza dibandingkan dengan besarnya kebutuhan para pengungsi di tempat penampungan kami yang penuh sesak dan di luar, kemampuan UNRWA untuk membantu dan melindungi masyarakat berkurang dengan cepat,” katanya.

Juru bicara WHO Lindmeier mengatakan bahwa konvoi WHO yang membawa makanan, air dan pasokan medis telah dihentikan memasuki Gaza lebih dari satu kali dan operasi pada hari Jumat untuk membawa pasokan medis ke utara dan mengevakuasi 12 pasien ke selatan untuk perawatan medis telah ditangguhkan.

“Situasi di Gaza tidak bisa diandalkan,” katanya. “Sistem kesehatan sedang lemah,” dan wilayah selatan bisa mengalami nasib yang sama seperti wilayah utara.

“Gaza tidak boleh kehilangan satu rumah sakit pun atau tempat tidur rumah sakit apa pun. … Pasien mengeluarkan darah di lantai. Ruang perawatan trauma (justru) menyerupai medan pertempuran,” kata Lindmeier.

“Ini harus diakhiri. Sikap tidak berperasaan ini harus diakhiri,” katanya. “Kami membutuhkan gencatan senjata, dan kami membutuhkannya sekarang!,” tandasnya. [pp/ft]

Forum

XS
SM
MD
LG