Badai menghantam Uni Emirat Arab (UEA), dengan curah hujan yang mencapai rekor tertinggi. Hujan itu membanjiri jalan raya dan rumah-rumah, membuat lalu lintas lumpuh, dan menyebabkan orang-orang terjebak di rumah mereka.
Zake Rullhan, seorang warga UEA, mengatakan, “Iklimnya berubah, entahlah, saya (tinggal di sini selama) sepuluh tahun, tapi ini pertama kalinya saya menyaksikan sepanjang sejarah UEA, hujan turun sangat lebat. Tadi pagi saya membaca berita Khaleej Times bahwa (hujan) ini memecahkan rekor selama 75 tahun, bahwa dalam buku sejarah UEA, ini adalah hujan (terlebat) di UEA, dan mereka mencatatnya, sekitar 255 mm.”
Peristiwa itu menimbulkan spekulasi apakah “cloud seeding” alias penyemaian awan, menjadi penyebab hujan lebat di sana. Penyemaian awan adalah proses penyebaran bahan kimia ke dalam awan untuk meningkatkan curah hujan di daerah yang mengalami kelangkaan air.
“Penyemaian awan adalah teknik di mana Anda menggunakan pesawat untuk menyebar berbagai jenis garam, garam-garam biasa bahkan garam dapur, es kering atau perak iodida umumnya di lapisan dasar awan, tapi Anda juga bisa melakukannya dari atas awan,” jelas Maarten H. P. Ambaum, ahli meteorologi dari University of Reading.
Metode yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940-an itu mulai populer di AS bagian barat pada tahun 1960-an, kebanyakan untuk menghasilkan salju.
Meskipun belum terbukti efektivitasnya, pemerintah di wilayah-wilayah yang dilanda kekeringan seperti AS bagian Barat dan UEA sering kali bersedia berinvestasi dalam teknologi penyemaian awan, dengan harapan memperoleh pasokan air.
UEA, yang terletak di salah satu wilayah terpanas dan terkering di dunia, mempelopori upaya penyemaian awan dan peningkatan curah hujan. Namun, kepada kantor berita Reuters, badan meteorologi UEA menyampaikan bahwa tidak ada aktivitas penyemaian awan sebelum terjadinya badai.
Edward Gryspeerdt, pakar awan dari Imperial College, London, menepis anggapan bahwa praktik penyemaian awanlah yang memicu badai petir yang melanda Dubai dan sekitarnya.
“Masalahnya, sangat sulit untuk menentukan seberapa efektif penyemaian awan. Setelah Anda memodifikasi atau memberlakukan eksperimen terhadap awan itu, Anda tidak lagi memiliki awan pembanding untuk mengamati apa yang akan terjadi, dan curah hujan sendiri polanya tidak menentu, sangat bervariasi di berbagai wilayah,” katanya.
Di sisi lain, Gryspeerdt memperingatkan bahwa peristiwa cuaca ekstrem semacam itu diprediksi akan terus terjadi pada masa mendatang, dan negara-negara harus beradaptasi.
Pengaruh Perubahan Iklim
Para peneliti iklim menyebut peningkatan suhu global juga memicu peningkatan cuaca ekstrem di seluruh dunia, termasuk curah hujan yang tinggi.
“Dalam kasus ini, kemungkinan besar badai dipicu oleh perubahan iklim karena ada lebih banyak uap air di udara, yang kemudian mengendap dan memicu badai,” kata Colleen Golja, peneliti iklim dari Imperial College, London.
Sementara itu, Esraa Alnaqbi, pengamat cuaca senior di Pusat Meteorologi Nasional UEA, menjelaskan, “Mungkin saja perubahan iklim penyebabnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, yang jelas, (badai) ini terjadi pada bulan April, dan ini adalah hal yang biasa terjadi selama April.”
Menurut Alnaqbi, tekanan rendah di lapisan atmosfer atas, disertai tekanan rendah di permukaan, telah memberi “tekanan” di udara. Tekanan tersebut, yang diperkuat dengan kontras antara suhu yang lebih hangat di permukaan tanah dan suhu yang lebih dingin di tempat yang lebih tinggi, menciptakan kondisi yang menyebabkan badai petir yang kuat, paparnya. [br/rd]
Forum