Perang kata-kata sedang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Afrika Selatan setelah duta besar AS untuk negara itu mengatakan dia akan "bertaruh nyawanya" pada intelijen AS bahwa senjata Afrika Selatan dimuat ke kapal Rusia ketika berlabuh di pangkalan angkatan laut Cape Town pada Desember tahun lalu.
Pemerintah Afrika Selatan membalas dengan mengatakan bahwa meskipun akan menyelidiki masalah tersebut, pernyataan duta besar AS itu telah "merusak" hubungan antara kedua negara.
Pretoria memanggil Duta Besar AS Reuben Brigety, Jumat (12/5), di tengah pertikaian diplomatik yang telah membuat hubungan antara kedua negara sahabat itu berada pada titik terendah dalam beberapa tahun.
Pemanggilan itu dikeluarkan setelah Brigety mengeluarkan komentar yang luar biasa keras kepada media Afrika Selatan pada Kamis (11/5). Dia mengatakan bahwa AS telah mengamati senjata Afrika Selatan dimuat ke atas kapal Rusia, "Lady R", yang berlabuh di pelabuhan Simon's Town di Cape Town antara 6 Desember dan 8 Desember tahun lalu.
Dia mengatakan, hal itu menunjukkan bahwa Afrika Selatan tidak netral dalam konflik Ukraina seperti yang selalu diklaim oleh Pretoria.
"Mempersenjatai Rusia, oleh Afrika Selatan, dengan kapal yang mendarat di Simon's Town, pada dasarnya tidak dapat diterima," katanya. "Kami yakin senjata dimuat ke kapal itu, dan saya akan mempertaruhkan nyawa saya untuk keakuratan pernyataan itu," tandas Dubes Brigety.
Pemerintah Afrika Selatan tampak terkejut dengan komentar duta besar tersebut, dan beberapa jam kemudian menanggapi bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan independen atas masalah tersebut yang dipimpin oleh seorang pensiunan hakim.
Namun, Vincent Magwenya, juru bicara Presiden Cyril Ramaphosa juga membalas pernyataan Brigety, dengan mengatakan bahwa AS dan Afrika Selatan telah membahas masalah tersebut secara pribadi.
“Oleh karena itu, mengecewakan bahwa duta besar AS telah mengadopsi sikap (bicara di depan) publik yang kontraproduktif, yang merusak pemahaman yang dicapai tentang masalah tersebut,” kata Magwenya.
Seorang juru bicara Departemen Hubungan Internasional dan Kerja Sama mengatakan, Jumat, bahwa menteri Naledi Pandor juga akan berbicara dengan mitranya dari AS, Menteri Luar Negeri Antony Blinken.
Namun, Kobus Marais, menteri pertahanan bayangan untuk oposisi utama Aliansi Demokratik Afrika Selatan mengatakan tuduhan AS itu "sangat memprihatinkan".
"Jika tuduhan ini memang benar, itu akan menjadi pelanggaran berat terhadap kewajiban internasional Afrika Selatan dan pengkhianatan terhadap kepercayaan sekutu perdagangan dan investasi terpenting kami," kata Marais.
Sudah lama ada pertanyaan mengapa kapal itu berlabuh di Cape Town tahun lalu.
Terlepas dari upaya barat untuk mendapatkan dukungan Pretoria terhadap Kyiv sejak invasi Rusia mulai tahun lalu, pemerintah Afrika Selatan telah memelihara hubungan persahabatan dengan Moskow.
Menteri Luar Negeri Afsel mengadakan pembicaraan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov awal tahun ini dan – meskipun AS khawatir – menjadi tuan rumah kapal perang Rusia pada bulan Februari untuk latihan militer bersama.
Steven Gruzd, pakar Rusia di South African Institute of International Affairs, mengatakan kepada VOA bahwa Pretoria dapat menghadapi kejatuhan ekonomi dari pendiriannya.
"Afrika Selatan membahayakan aksesnya ke pasar Amerika melalui sesuatu seperti Undang-Undang Pertumbuhan dan Peluang Afrika, hak istimewa itu akan dicabut dan kemudian akan ada biaya ekonomi yang nyata," katanya.
Afrika Selatan juga telah mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghadiri pertemuan puncak di negara itu pada bulan Agustus, meskipun faktanya ada surat perintah penangkapan untuknya oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) dan Pretoria adalah salah satu negara pendukung Mahkamah tersebut.
Jika Putin datang ke Afrika Selatan, Cape Town diwajibkan secara hukum untuk menangkapnya. Hal ini menyebabkan seruan oleh beberapa orang di dalam partai yang berkuasa untuk mempertimbangkan restrukturisasi perjanjian dengan ICC. [pp/ft]