Tautan-tautan Akses

Analis: Kurangnya Keadilan Jadikan Media Rentan terhadap Serangan


Jurnalis Reuters, Issam Abdallah, saat bekerja di kota Maras, Turki pasca dilanda gempa dahsyat 11 Februari 2023 (foto: dok). Issam Abdallah terbunuh di Lebanon akibat tembakan tank pasukan Israel.
Jurnalis Reuters, Issam Abdallah, saat bekerja di kota Maras, Turki pasca dilanda gempa dahsyat 11 Februari 2023 (foto: dok). Issam Abdallah terbunuh di Lebanon akibat tembakan tank pasukan Israel.

Di negara-negara yang mengalami perang atau konflik internal, serangan terhadap jurnalis terjadi tanpa mendapat hukuman. Kelompok-kelompok pengawas mengatakan sebagian besar pembunuhan terhadap jurnalis dalam beberapa tahun terakhir tidak terselesaikan.

Sudah lebih dari setahun sejak Issam Abdallah terbunuh di Lebanon ketika sebuah tank Israel melepaskan tembakan ke arah jurnalis Reuters itu dan sejumlah lainnya, yang jelas-jelas mengenakan rompi bertuliskan Press.

Israel membantah menarget media dan mengatakan akan menyelidikinya. Reuters hingga saat ini masih menuntut pertanggungjawaban.

Pemimpin Redaksi Reuters Alessandra Galloni mengatakan, “Kami menyerukan sekali lagi kepada Israel untuk menyelidiki pembunuhannya secara penuh dan transparan, mempublikasikan temuan-temuan tersebut dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab.”

Menjamin keamanan media – dan akuntabilitas jika jurnalis diserang atau dibunuh – merupakan tantangan global, menurut PBB.

Volker Turk, Komisaris Tinggi HAM PBB, mengungkapkan, “Jurnalis yang mengungkap ketidakbenaran dan menunjukkan kepada kita realitas konflik yang mengerikan adalah pembela HAM. Serangan terhadap mereka berdampak pada hak setiap orang atas kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi, sehingga membuat kita kurang mendapat informasi.”

Di beberapa negara perang atau kekerasan internal merupakan faktor pemicu yang diperhitungkan Komite Perlindungan Jurnalis, atau CPJ sewaktu mengukur Indeks Impunitas. Daftar tersebut memperlihatkan tempat-tempat di mana jurnalis dibunuh dan pembunuhnya bebas. Di posisi teratas adalah Haiti dan Israel.

Kekerasan geng, lemahnya kekuasaan kehakiman dan ketidakstabilan politik di Haiti telah berkontribusi pada tidak adanya akuntabilitas terkait pembunuhan awak media.

Tujuh pembunuhan jurnalis dalam satu dekade terakhir masih belum terselesaikan, menurut CPJ.

Hal serupa juga terjadi pada perang Israel-Hamas. Setidaknya 137 jurnalis telah terbunuh sejak serangan teror Hamas tahun 2023 dan serangan balasan Israel. Hampir semua korban tersebut adalah warga Palestina.

Para jurnalis yang bekerja di Gaza mengatakan mereka takut keluar untuk menjalankan tugas.

Tareq Hajjaj, seorang koresponden media Mondoweiss, mengungkapkan, “Itu adalah perjalanan kematian, setiap hari dan setiap kali saya pergi bekerja, itu benar-benar sebuah perjalanan kematian.”

Di Ukraina, ketika para jurnalis berduka atas kehilangan seorang rekan mereka yang lain, ada tuntutan mendesak untuk mendapatkan jawaban.

Jurnalis peraih penghargaan Viktoria Roshchyna, yang mendokumentasikan invasi Moskow ke Ukraina, meninggal di tahanan Rusia, hanya beberapa minggu sebelum dia dijadwalkan untuk dibebaskan. Rusia menolak memulangkan jenazah tersebut ke keluarganya, sehingga menyulitkan penyelidik untuk menentukan bagaimana perempuan berusia 27 tahun itu meninggal.

Elisa Lees Muñoz, direktur eksekutif International Women’s Media Foundation, memprihatinkan apa yang dialami Roshchyna.

“Pekerjaan luar biasa yang dilakukan jurnalis-jurnalia perempuan Ukraina benar-benar perlu diakui dan dihormati serta dibicarakan lebih lanjut. Banyak dari pekerjaan ini telah dilakukan oleh jurnalis perempuan, sementara para prianya bertempur di garis depan,” ujarnya.

Jurnalis perempuan tewas pada tingkat tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, menurut UNESCO. [ab/lt]

Analis: Kurangnya Keadilan Jadikan Media Rentan terhadap Serangan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:35 0:00

Forum

XS
SM
MD
LG