JAKARTA —
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jendral Ronnie F Sompie di Jakarta, Rabu (26/2), dalam memetakan daerah yang rentan kepada konflik, memastikan bahwa Polri sudah menyebarkan aparat intelijen sampai ke tingkat kecamatan di seluruh Indonesia, untuk mencegah para provokator melakukan kerusuhan di tengah pelaksanaan Pemilu 2014.
"Intelijen sudah sampai ke tingkat kecamatan. Di setiap kecamatan ada bintara pulbaket (pengumpul bahan keterangan). Bintara intelijen polri bekerjasama dengan para babinsa dan bintara intelijen TNI AD yang ada di Koramil. Dan ini mereka sudah berkolaborasi dengan kegiatan para kepala desa dan kepala dusun," jelas Inspektur Jendral Ronnie F Sompie. "Kerjasama sudah sangat bagus. Jadi kegiatan-kegiatan membangun basis keamanan di masyarakat itu sudah sampai di tingkat dusun dan desa," lanjutnya.
Ronnie menambahkan kepolisian sudah mengkaji pelaksanaan Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2012-2013. Hasilnya, tercatat sepanjang tahun itu konflik terjadi dari mulai pra, pelaksanaan, dan pasca Pemilukada berlangsung, bahkan menurutnya sampai ke pengadilan pemilu yakni Mahkamah Konstitusi.
Untuk itu lanjut Ronnie, pengamanan Pemilu 2014 oleh Polri mengupayakan pencegahan terjadinya konflik di masyarakat, karena setiap daerah memiliki potensi konflik dalam penyelenggaraan Pemilu 2014.
"Kita menambah jumlah personil itu tergantung permasalahan yang ada. Mudah-mudahan perkembangan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah-daerah apakah kabupaten kota dan provinsi di seluruh tanah air bisa kita lakukan upaya-upaya pencegahan. Karena upaya pencegahan yang paling utama. Dengan upaya pencegahan ini kita mencegah terjadinya kegiatan-kegiatan yang menguras biaya tinggi," jelasnya.
Sementara itu dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Letnan Jendral TNI Langgeng Sulistiono menjamin penyebaran aparat intelijen ini bukan dalam arti memata-matai setiap gerakan masyarakat, namun lebih pada upaya persuasif pencegahan munculnya konflik yang kemungkinan bisa terjadi.
"Deteksi dini dilakukan bukan hanya intelijen tetapi juga oleh aparat di daerah termasuk masyarakat, ada RT RW dan sebagainya. Sehingga kesadaran melapor itu menjadi sangat penting. Ini jangan disalah artikan mengawasi gerak gerik masyarakat ya. Kami memonitor, mendengar-dengar kalo ada keluhan, dan dia (aparat intelijen) wajib lapor ke atasannya. Kemudian dianalisa, kira-kira dengan keresahan seperti ini kan timbul apa.. itu yang dimaksud deteksi dini," kata Letnan Jendral TNI Langgeng Sulistiono.
Sebelum membuat aksi, lanjut Langgeng Sulistiono, aparat harus cepat mengetahui arah (isu ini) kemana. "Setelah deteksi dini adalah cegah dini, yaitu pendekatan, diajak ngomong-ngomong sambil ngopi misalnya. Jadi pendekatan kami adalah persuasif, bukan represif," jelasnya.
Pengamat Intelijen dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional Wawan Purwanto menjelaskan, di tengah pelaksanaan Pemilu 2014 ini ada beberapa kelompok masyarakat yang berniat menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2014 dengan berbagai cara.
"Ada yang ingin membuat pemerintahan ini jatuh sebelum Pemilu. Itu sudah ada gerakan-gerakannya. Juga ada yang ingin membentuk semacam Majelis Permusyawaratan Rakyat-Sementara yang akan mengambil alih dan pemerintahan tidak sesuai dengan jadwal yang sesungguhnya. Kemudian juga penggalangan Golput, dengan menghimpun masyarakat tidak hadir saat pencoblosan," kata Wawan Purwanto.
Wawan Purwanto berharap, aparat keamanan bisa lebih cepat mendeteksi adanya upaya penggagalan pelaksanaan Pemilu. Hal itu menurutnya perlu cepat dilakukan agar niatan untuk menjatuhkan Pemerintahan sebelum Pemilu tidak terjadi.
"Intelijen sudah sampai ke tingkat kecamatan. Di setiap kecamatan ada bintara pulbaket (pengumpul bahan keterangan). Bintara intelijen polri bekerjasama dengan para babinsa dan bintara intelijen TNI AD yang ada di Koramil. Dan ini mereka sudah berkolaborasi dengan kegiatan para kepala desa dan kepala dusun," jelas Inspektur Jendral Ronnie F Sompie. "Kerjasama sudah sangat bagus. Jadi kegiatan-kegiatan membangun basis keamanan di masyarakat itu sudah sampai di tingkat dusun dan desa," lanjutnya.
Ronnie menambahkan kepolisian sudah mengkaji pelaksanaan Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2012-2013. Hasilnya, tercatat sepanjang tahun itu konflik terjadi dari mulai pra, pelaksanaan, dan pasca Pemilukada berlangsung, bahkan menurutnya sampai ke pengadilan pemilu yakni Mahkamah Konstitusi.
Untuk itu lanjut Ronnie, pengamanan Pemilu 2014 oleh Polri mengupayakan pencegahan terjadinya konflik di masyarakat, karena setiap daerah memiliki potensi konflik dalam penyelenggaraan Pemilu 2014.
"Kita menambah jumlah personil itu tergantung permasalahan yang ada. Mudah-mudahan perkembangan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah-daerah apakah kabupaten kota dan provinsi di seluruh tanah air bisa kita lakukan upaya-upaya pencegahan. Karena upaya pencegahan yang paling utama. Dengan upaya pencegahan ini kita mencegah terjadinya kegiatan-kegiatan yang menguras biaya tinggi," jelasnya.
Sementara itu dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Letnan Jendral TNI Langgeng Sulistiono menjamin penyebaran aparat intelijen ini bukan dalam arti memata-matai setiap gerakan masyarakat, namun lebih pada upaya persuasif pencegahan munculnya konflik yang kemungkinan bisa terjadi.
"Deteksi dini dilakukan bukan hanya intelijen tetapi juga oleh aparat di daerah termasuk masyarakat, ada RT RW dan sebagainya. Sehingga kesadaran melapor itu menjadi sangat penting. Ini jangan disalah artikan mengawasi gerak gerik masyarakat ya. Kami memonitor, mendengar-dengar kalo ada keluhan, dan dia (aparat intelijen) wajib lapor ke atasannya. Kemudian dianalisa, kira-kira dengan keresahan seperti ini kan timbul apa.. itu yang dimaksud deteksi dini," kata Letnan Jendral TNI Langgeng Sulistiono.
Sebelum membuat aksi, lanjut Langgeng Sulistiono, aparat harus cepat mengetahui arah (isu ini) kemana. "Setelah deteksi dini adalah cegah dini, yaitu pendekatan, diajak ngomong-ngomong sambil ngopi misalnya. Jadi pendekatan kami adalah persuasif, bukan represif," jelasnya.
Pengamat Intelijen dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional Wawan Purwanto menjelaskan, di tengah pelaksanaan Pemilu 2014 ini ada beberapa kelompok masyarakat yang berniat menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2014 dengan berbagai cara.
"Ada yang ingin membuat pemerintahan ini jatuh sebelum Pemilu. Itu sudah ada gerakan-gerakannya. Juga ada yang ingin membentuk semacam Majelis Permusyawaratan Rakyat-Sementara yang akan mengambil alih dan pemerintahan tidak sesuai dengan jadwal yang sesungguhnya. Kemudian juga penggalangan Golput, dengan menghimpun masyarakat tidak hadir saat pencoblosan," kata Wawan Purwanto.
Wawan Purwanto berharap, aparat keamanan bisa lebih cepat mendeteksi adanya upaya penggagalan pelaksanaan Pemilu. Hal itu menurutnya perlu cepat dilakukan agar niatan untuk menjatuhkan Pemerintahan sebelum Pemilu tidak terjadi.