The Associated Press (AP) melaporkan pada Kamis (9/5) bahwa China diam-diam telah melanjutkan kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) untuk memulangkan migran China yang terdampar secara ilegal di AS.
Kerja sama repatriasi AS-China dilanjutkan kembali di tengah masuknya migran China melintasi perbatasan selatan AS.
China menghentikan kerja sama tersebut pada Agustus 2022 sebagai bagian dari pembalasan atas kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu, Nancy Pelosi, ke Taiwan.
Beijing menganggap pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu sebagai provinsi yang memisahkan diri yang suatu hari nanti harus bersatu kembali dengan China daratan, jika perlu dengan kekerasan. China juga menentang kontak resmi apa pun antara Taipei dan pemerintah asing, terutama Washington, yang memasok senjata bagi Taiwan untuk mempertahankan diri.
Sejak kerja sama tersebut dihentikan, AS mengalami peningkatan jumlah migran China yang masuk secara ilegal dari Meksiko.
Pejabat perbatasan AS pada 2023 menangkap lebih dari 37.000 warga negara China di perbatasan selatan, hampir 10 kali lebih banyak dibandingkan tahun 2022.
Kementerian Luar Negeri China pekan ini mengatakan kepada AP bahwa Beijing "bersedia mempertahankan dialog dan kerja sama di bidang penegakan imigrasi dengan AS." dan akan menerima warga negara China yang dideportasi.
Dimulainya kembali perjanjian ini terjadi setelah Menteri Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas pada April mengatakan kepada NBC News bahwa AS dan China sedang mengadakan pembicaraan tingkat tinggi mengenai masalah ini.
Deportasi diperkirakan meningkat
Ariel G. Ruiz Soto, analis senior kebijakan di Institut Kebijakan Migrasi (Migration Policy Institute) yang berbasis di Washington, mengatakan negosiasi dapat meningkatkan jumlah deportasi migran China dalam jangka pendek. Namun dia mengatakan dampak nyata terhadap proses pengambilan keputusan terhadap migran lebih bergantung pada sumber daya dan kapasitas AS untuk melakukan lebih banyak pemindahan.
“Negosiasi sebelumnya dengan Venezuela, misalnya, tidak menghasilkan peningkatan besar dalam jumlah pengungsi dari Amerika Serikat, sebagian karena diperlukan waktu untuk mengubah struktur dan menerapkan langkah-langkah tersebut,” katanya kepada VOA.
The New York Times melaporkan bahwa 100.000 warga negara China masih tinggal di AS meskipun sudah ada perintah deportasi.
Jumlah migran China yang memasuki AS secara ilegal melalui perbatasan selatannya menunjukkan tren penurunan tahun ini, setelah rekor lonjakan pada Desember.
Dinas Perlindungan Bea Cukai dan Perbatasan AS (U.S. Customs and Borders Protection/CBP) mengatakan bahwa meskipun terdapat hampir 6.000 penangkapan warga negara China pada Desember, ada 3.700 penangkapan pada Januari, 3.500 pada Februari, dan lebih dari 2.000 pada Maret.
Soto mengaitkan penurunan ini dengan ketatnya penegakan visa dan perbatasan, tetapi juga karena China menyensor informasi daring mengenai rute tersebut.
“Karena teknologi sudah begitu mengakar dalam cara para migran belajar dan memilih rute perjalanan saat ini, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya ketika hal ini lebih didasarkan pada pengetahuan dan jaringan pribadi,” katanya kepada VOA.
"Kemungkinan besar penyensoran konten di saluran-saluran arus utama dapat membuat lebih sulit untuk melakukan perjalanan sepanjang rute yang ada."
Zouxian
Platform media sosial Douyin, versi China platform media sosial berbagai video pendek TikTok, sejak tahun lalu diam-diam menertibkan konten tentang "Zouxian," yang artinya "berjalan di garis lurus" dalam bahasa Mandarin.
Istilah ini mengacu pada migran China yang melintasi perbatasan secara ilegal, termasuk ke AS dari Meksiko dan Amerika Selatan. Istilah itu menjadi topik populer di internet China beberapa tahun yang lalu dan digunakan untuk mencari informasi dan tip mengenai rute tersebut.
Reuters melaporkan tahun lalu bahwa banyak migran China yang ditemukan di perbatasan selatan AS mengatakan mereka mengetahui cara melakukan perjalanan ke sana melalui Douyin.
VOA menguji Douyin pada Mei dan mendapati bahwa selain beberapa klip berita tentang migran China yang melakukan perjalanan ke perbatasan selatan AS, "Zouxian" tidak memberikan perincian apa pun tentang rute tersebut. Hasil pencarian untuk lokasi termasuk "Ekuador", "Guatemala" dan "Panama" juga tidak menunjukkan hasil untuk Zouxian.
Bagi banyak migran China, Douyin adalah salah satu dari sedikit sumber informasi online mengenai rute tersebut. Firewall internet China memblokir situs media sosial Facebook, YouTube dan X di China.
VOA menghubungi ByteDance untuk meminta komentar, tetapi belum menerima tanggapan hingga laporan ini diterbitkan.
Wang Yaqiu, direktur China, Hong Kong dan Taiwan dari organisasi hak asasi manusia Freedom House di Washington, mengatakan fenomena Zouxian mencerminkan ketidakpuasan banyak orang China terhadap Beijing, yang menurutnya dapat menjelaskan sebagian dari tindakan keras Douyin.
“Saya pikir PKC (Partai Komunis China) merasa malu karena begitu banyak warga China yang ingin meninggalkan negaranya, bahkan melalui cara-cara yang berisiko seperti itu. Hal ini mengungkap propaganda PKC tentang perekonomian china dan betapa baiknya kehidupan masyarakat yang hanya sebuah kepalsuan,” tulisnya kepada VOA.
Pada Maret, delapan jenazah migran China ditemukan terdampar di pantai di Meksiko selatan setelah kapal yang mereka tumpangi terbalik. [ft/ah]
Aline Barros berkontribusi untuk laporan ini