Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Neonatologi IDAI, Risma Kerina Kaban, memaparkan bahwa selain prematur – yang mencapai 35,5% – salah satu penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah karena kelainan kongenital, antara lain penyakit jantung bawaan, yang mencapai 17,1%. Untuk itu diperlukan pengecekan saturasi agar bisa mendeteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi baru lahir.
"Kebanyakan bayi yang mengalami penyakit jantung bawaan kritis tidak ditemukan gejala saat lahir. Oleh karena itu, screening penyakit jantung bawaan kritis dapat membantu mengidentifikasi beberapa kasus untuk menegakkan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta bisa mencegah kecacatan atau gangguan yang berakibat fatal,” kata Risma dalam media briefing bertema Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi Baru Lahir, Senin (13/12).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, sekitar 80 persen dari bayi baru lahir yang meninggal 6 hari pertama setelah kelahirannya ternyata diakibatkan oleh kelainan kongenital. Angka ini menyumbang angka kematian bayi sekitar 7 persen. Sedangkan, data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Kesehatan (CDC) bahkan menyebutkan bahwa 1 dari 100 bayi baru lahir di dunia mengalami penyakit jantung bawaan.
Karena memiliki gejala yang hampir sama, maka akibat dari penyakit jantung bawaan pada bayi baru lahir sering kali didiagnosis sebagai asfiksia (kematian karena kekurangan udara). Oleh karena itu, Risma merekomendasikan dilakukan screening saturasi oksigen pada bayi di antara 24 hingga 48 jam usia kelahiran.
"Sedangkan bayi yang menggunakan oksigen tambahan pada screening awal harus diulangi 24 sampai 48 jam setelah tidak menggunakan oksigen. Selain itu, deteksi dini dengan saturasi oksigen pada penyakit jantung bawaan juga bisa dilakukan pada usia 24 sampai 48 jam setelah kelahiran," ucapnya.
Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi
Sementara, Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI, Rizky Adriansyah, mengatakan penyakit jantung bawaan dialami oleh 6 hingga 11 per 1.000 kelahiran hidup di dunia. Bahkan, 25 persen di antaranya merupakan penyakit jantung bawaan kritis yang mengancam jiwa bayi.
"Apabila tidak segera ditangani, bayi dapat meninggal dalam beberapa hari atau bulan kemudian," katanya.
Adapun masalah yang dihadapi bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan kritis bisa disebut dengan 4T yaitu, terlambat dideteksi, terlambat didiagnosis, terlambat dirujuk, dan terlambat ditangani sehingga penanganan penyakit jantung bawaan kritis semakin rumit.
"Diperkirakan 6 dari 10 bayi mengalami keterlambatan diagnosis penyakit jantung bawaan di Indonesia. Sementara 8 dari 10 bayi mengalami keterlambatan diagnosis penyakit jantung bawaan kritis di Indonesia. Jika ada 5 juta bayi lahir. Maka ada sekitar 50 ribu bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan. Bahkan, 12.500 bayi di antaranya dengan penyakit jantung bawaan kritis," jelas Rizky.
Atas hal tersebut Kardiologi IDAI merekomendasikan pemeriksaan saturasi oksigen pada setiap bayi sehat usia 24 sampai 48 jam atau sebelum dipulangkan. Pemeriksaan saturasi oksigen dengan alat pulse oksimeter ini dapat dilakukan oleh dokter, bidan, atau perawat terlatih di seluruh fasilitas kesehatan.
Para tenaga kesehatan yang melakukan deteksi tersebut diharapkan melakukan pencatatan hasil screening penyakit jantung bawaan kritis. Apabila hasil screening positif, maka bayi harus dirujuk ke rumah sakit. Namun sebelumnya perlu dilakukan komunikasi informasi dan edukasi serta menghindari pemberian terapi oksigen berlebihan saat merujuk bayi ke rumah sakit.
"Cek saturasi untuk selamatkan nyawa bayi,” pungkas Rizky.
Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan garda terdepan yang bisa melakukan pertolongan terhadap bayi dengan penyakit jantung bawaan adalah para bidan, dokter umum, atau dokter anak yang menolong persalinan.
"Kami di IDAI berharap dengan program pelatihan yang akan diadakan oleh IDAI serta Kementerian Kesehatan bisa membantu para tenaga kesehatan yang menangani kelahiran dan anak untuk melakukan deteksi dini terhadap penyakit jantung bawaan. IDAI berkomitmen untuk membantu menurunkan angka kematian bayi dan anak," tandasnya. [aa/em]