Ekonomi Korea Utara mengalami kontraksi 3,5 persen tahun lalu karena sanksi-sanksi internasional terhadap negara itu, demikian hasil estimasi bank sentral Korea Selatan yang dilansir Jumat.
Dengan pertumbuhan 3,9 persen pada tahun 2016, angka terbaru ini menunjukkan penurunan terbesar bagi ekonomi Korea Utara dalam kurun 20 tahun lebih, setelah kontraksi 6,5 persen pada tahun 1997, ketika negara komunis yang mengucilkan diri itu dilanda bencana kelaparan yang dahsyat, sebut Bank of Korea (BOK).
Akibat sanksi ekonomi, industri pertambangan Korea Utara merosot 11 persen, penurunan drastis dibandingkan dengan pertumbuhan 8,4 persen pada tahun 2016, sebut BOK. Industri manufaktur, pertanian dan perikanan juga merosot, setelah bertumbuh pada tahun sebelumnya. Menurut BOK, ekspor Korea Utara turun signifikan, 37,2 persen, menjadi 1,77 miliar dolar, sedangkan impor naik 1,8 persen menjadi 3,78 miliar dolar.
Perdagangan antar-Korea hampir kolaps sepenuhnya, turun 99,7 persen pada tahun itu menjadi 900 ribu dolar, setelah Korea Selatan menutup kompleks industri bersama Kaesong di wilayah Korea Utara. Menurut perkiraan BOK, Korea Utara memiliki Pendapatan Nasional Bruto per kapita sedikit di atas 1.000 dolar, sementara di Korea Selatan angka tersebut 23 kali lebih tinggi.
Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi-sanksi tahun lalu terhadap ekspor utama Korea Utara, batu bara dan sumber-sumber mineral lainnya selain produk-produk pertanian, perikanan dan tekstil, terkait upaya Pyongyang untuk memiliki senjata nuklir dan rudal balistik. [uh]