Konflik antara Palestina dan Israel kembali memanas. Saling serang antara berbagai milisi di Jalur Gaza, terutama Hamas dan Jihad Islam, dengan Israel memuncak hari Senin (10/05), sebagai kelanjutan dari bentrokan yang beberapa kali terjadi di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur, Palestina.
Menanggapi perkembangan terbaru ini, Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsyih kepada VOA, Selasa (11/5) menjelaskan pemerintah Indonesia mengecam keputusan pengadilan Israel yang memerintahkan pengusiran paksa enam keluarga Palestina dari tempat tinggal mereka di kawasan Syekh Jarrah, Yerusalem Timur.
Indonesia juga mengecam kekerasan yang dilakukan aparat keamanan Israel terhadap warga sipil Palestina yang terjadi dalam sejumlah bentrokan di kompleks Masjid Al-Aqsa. Semua ini, lanjut Bagus, telah melukai perasaan umat Islam dan paling berbahaya bisa menciptakan ketidakstabilan di kawasan.
Karena itu, Indonesia mendesak masyarakat internasional untuk segera bertindak buat menghentikan tindakan Israel mengusir warga sipil Palestina dan kekerasan yang mereka lakukan terhadap orang Palestina.
Bagus menambahkan Indonesia akan terus menyuarakan isu Palestina dalam berbagai forum, baik itu di level bilateral, regional, atau multilateral hingga Palestina menjadi negara merdeka dan berdaulat dengan ibu kota Yerusalem Timur. Selain itu, Indonesia juga menggalang dukungan dengan kelompok kwartet – Perserikatan Bangsa-Bangsa. Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa – serta negara-negara yang mempunyai peran penting, yakni Arab Saudi, Mesir, Yordania dan Turki.
"Jadi kita mengupayakan agar kekerasan yang sekarang terjadi segera dihentikan karena terjadi di wilayah pendudukan Palestina, di Kota Yerusalem, yang menjadi simbol tiga agama besar. Jadi tidak bisa berlaku kekerasan di tempat itu. Tidak hanya di Yerusalem, tapi di semua wilayah Palestina," kata Bagus.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi sependapat Indonesia juga perlu berbicara kepada kelompok kwartet, yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa untuk mendesak Israel segera menghentikan kekerasan dan kembali ke meja perundingan.
Di samping itu, kelompok kwartet harus mendesak Israel menghentikan pembangunan permukiman baru Yahudi di Yerusalem Timur, yang memang ilegal menurut hukum internasional. Sebab proyek ini makin memperkeruh situasi di Yerusalem dan kian memperpanjang konflik di kota suci bagi tiga agama tersebut.
Ketika ditanya apakah Indonesia perlu membina hubungan diplomatik dengan Israel, Yon mengakui memang perlu pengakuan terhadap kedua pihak yang bertikai. Tapi kalau Indonesia memang serius ingin mengakui Israel, maka pengakuan terhadap kedua pihak juga harus dilakukan oleh negara- negara besar. Sekarang ini, Amerika, Inggris, dan sejumlah negara Eropa belum mengakui kemerdekaan Palestina.
"Sekarang ini tidak seimbang. Ada negara yang hanya mengakui Palestina saja seperti Indonesia dan juga ada yang hanya mengakui Israel saja. Saya kira harus ada keseimbangan," ujar Yon.
Namun Yon memperingatkan kalau Indonesia menjalin relasi resmi dengan israel, dipastikan akan memperlemah posisi Palestina dan pihak yang mendukung Palestina menjadi berkurang. Kecuali ada komitmen serupa oleh negara-negara besar lainnya untuk mengakui kemerdekaan Palestina. [fw/em]