Meskipun selama bulan Agustus masyarakat mengeluhkan tingginya harga berbagai kebutuhan pangan, tapi inflasi terjadi justeru bukan karena kondisi tersebut.
Kepala BPS, Rusman Heriawan mengatakan pada bulan Agustus yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, biasanya inflasi terjadi karena tingginya permintaan masyarakat terhadap berbagai kebutuhan pangan selama menjalani ibadah puasa. “Inflasi kita pada bulan Agustus 2011 mencapai 0,93 persen. Khusus untuk bulan Agustus ini, rupanya ada yang luput dari perhatian kita terhadap kontribusi inflasi, dari komoditas-komoditas yang biasa tidak memberikan kontribusi besar," demikian jelas Rusman. "Fokus kita selalu pada bahan pokok ternyata pada bulan Agustus yang terbesar adalah emas perhiasan”, tambahnya.
Selain emas dan perhiasan menjadi pemicu terjadinya inflasi, pada bulan Agustus juga tidak ada kota yang menglami deflasi. Padahal biasanya menurut catatan BPS, meski terjadi inflasi namun masih ada beberapa kota mengalami deflasi. “Seluruhnya mengalami inflasi pada bulan Agustus. Inflasi tertinggi di Pangkalpinang, Kendari. Inflasi terendah di Denpasar”, ujar Rusman Heriawan.
Tingginya harga emas dunia akhir-akhir ini, diperkirakan masih akan berlangsung di bulan-bulan mendatang. Hal ini dikhawatirkan akan memicu inflasi menjadi tinggi. Namun Kepala BPS Rusman Heriawan menegaskan pemerintah akan berupaya menekan angka inflasi hingga akhir tahun nanti.
Dalam APBN 2011 pemerintah menargetkan inflasi sebesar 5,3 persen namun karena berbagai pertimbangan terutama soal pangan maka target tersebut direvisi menjadi 5,65 persen.“Inflasi Januari-Agustus adalah 2,69 bisa berharap inflasi nasional kita sampai akhir tahun mencapai bisa di bawah lima persen atau mendekati lima persen, normalnya itu rata-rata per bulan tentu ada fluktuasi itu setengah persen”, tambah Rusman.
Pengamat eknomoi dari lembaga kajian Ekonomi, Indef, Aviliani tidak sependapat dengan pemerintah yang mengatakan bahwa inflasi akan sesuai target. Ia menilai meski emas dan perhiasan saat ini memiliki kontribusi tertinggi terhadap inflasi namun kedepannya nanti inflasi akan kembali dipicu oleh berbagai komoditas pangan.
Ia mengingatkan persoalan pangan yang ditandai dengan tingginya harga berbagai kebutuhan pangan serta minimnya stok masih akan terjadi hingga akhir tahun bahkan kemungkinan hingga 2012 mendatang. Ia berharap pemerintah serius mengatasi persoalan pangan.
Menurutnya target swasembada merupakan hal positif namun yang lebih penting adalah mengatasi persoalan yang saat ini sedang terjadi yaitu beban masyarakat terutama masyarakat kurang mampu dalam hal kebutuhan pangan karena mahal yang diantaranya disebabkan oleh tidak terbendungnya impor terutama beras. “Yang bahaya, inflasi bisa di atas tujuh, bahkan bisa mencapai delapan persen. Problemnya, kalau barang nggak ada gimana. Nah ini yang bahaya karena ini krisis pangan", ujar Aviliani "Sekarang mulai dibahas di luar negeri bahwa justeru ledakan penduduk Indonesia yang menyebabkan pangan membahayakan. Karena 70 persen usia produktif itu tingkat kebutuhan pangannya lebih tinggi dibandingkan usia tua," ungkap pengamat ekonomi dari Indef ini.